Selasa, 27 Oktober 2009

Greenpeace Bangun Pos di Hutan Tropis Indonesia

Greenpeace Bangun Pos di Hutan Tropis Indonesia untuk Mencegah Bencana Iklim

Jakarta, 26 Oktober 2009 –

Greenpeace hari ini mengumumkan telah membangun pos di jantung hutan tropis Indonesia dan akan tetap berada di sana hingga beberapa minggu ke depan untuk menarik perhatian dunia akan besarnya peranan perusakan hutan kepada perubahan iklim berbahaya - isu kritis yang harus dibahas pada Pertemuan Iklim PBB di Kopenhagen Desember mendatang.

Pagi ini sekitar 200 penduduk lokal menyelenggarakan upacara selamat datang bagi para aktivis Greenpeace di lokasi markas yang diberi nama “Kamp Pelindung Iklim (Climate Defender Camp)”, yang dibangun di Semenanjung Kampar, Sumatra (1) yang keberadaannya sedang terancam.

Hutan di Kampar berada di atas tanah gambut dalam yang menyimpan hingga 2 miliar ton karbon (2). Merupakan salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia dan tempat yang sangat signifikan dalam pertahanan menghadapi perubahan iklim global (3).

Banyak hutan yang dahulu mengelilingi semenanjung telah hancur dan berganti menjadi perkebunan, sebagian besar adalah akasia dan kelapa sawit, yang produknya telah diekspor ke seluruh dunia untuk dijadikan bahan pembuatan coklat, pasta gigi, dan biofuel yang disebut-sebut “ramah iklim”.

“Kami mengambil posisi di garis depan kehancuran hutan dan iklim untuk memberi tahun para pemimpin dunia bahwa untuk menghindari bencana iklim mereka harus menghentikan deforestasi di sini dan sekarang,” tegas Bustar Maitar, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara langsung dari lokasi.

“Pekan lalu para pemimpin ASEAN di Pertemuan ASEAN Summit ke-15 di Thailand telah mendeklarasikan komitmen untuk mensukseskannya di Kopenhagen. Aksi global melawan perubahan iklim menuntut komitmen yang sama dari negara maju. Presiden Barrack Obama dan para pemimpin Uni Eropa hanya punya waktu enam pekan untuk serius menyikapi perubahan iklim dengan mengeluarkan komitmen mengurangi emisi secara drastis baik dari penggunaan bahan bakar fosil maupun deforestasi. Artinya mereka harus menginvestasikan dana yang dibutuhkan untuk menghentikan perusakan hutan global,” imbuh Shailendra Yashwant, Direktur Kampanye Greenpeace Asia Tenggara.

Mengakhiri deforestasi global memerlukan investasi negara industri sebesar 30 miliar Euro (sekitar Rp42 triliun) pertahun untuk program perlindungan hutan, sekaligus komitmen Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengakhiri perusakan hutan dan lahan gambut di Indonesia.

Diseluruh dunia jutaan hektar hutan dirusak setiap bulannya –atau area seluas lapangan bola hutan hancur setiap dua detik—menghasilkan emisi CO2 massal, deforestasi menjadi penyebab utama perubahan iklim. Itu artinya kita akan menghadapi kepunahan spesies massal, banjir, kekeringan dan kelaparan kecuali kita bisa berhenti merusak hutan di negara seperti Indonesia. Emisi dari deforestasi membawa Indonesia menjadi negara ketiga terbesar penghasil emisi, setelah China dan Amerika Serikat.

Greenpeace mendesak para pemimpin negara Uni Eropa, yang akan bertemu di Brussel pada 29 dan 30 Oktober ini, untuk berkomitmen menyetujui kesepakatan adil, ambisius dan mengikat di Kopenhagen. Untuk berperan menghentikan deforestasi mereka harus menyediakan uang di meja.

Saat sistem perlindungan hutan disiapkan, Greenpeace juga meminta Presiden Yudhoyono untuk membantu iklim mengambil nafas sejenak dengan cara segera melakukan moratorium (penghentian sementara) penebangan hutan dan lahan gambut.

Pada pertemuan iklim PBB di Bangkok baru-baru ini, SBY berjanji akan mengurangi emisi dari Indonesia hingga 41 persen jika ada dukungan dana internasional.

Kontak:
Bustar Maitar, Greenpeace Southeast Asia Forest campaigner: +62 81344666135, Hikmat Soeriatanuwijaya, Media Campaigner - Greenpeace Southeast Asia: +62 (0) 818930271

Catatan Editor:
(1) Kementerian Kehutanan Indonesia telah memberi izin konsesi kepada perusahaan pulp and paper untuk menghancurkan area ini.
(2) Kalkulasi Greenpeace berdasarkan Wahyunto, S Ritung dan H. Subagjo (2003): “Peta Area Distribusi Lahan Gambut dan Kandungan Karbon di Sumatra, 1990 – 2002, Wetlands International - Indonesia Programme & Wildlife Habitat Canada (WHC).
Lihat Juga: Kampar Peninsula as a peat swamp forest conservation priority Briefing for NGO use only by Otto Miettinen, 21 July, 2007 http://www.maanysta vat.fi/april/ resourcesforkamp ar2007/Miettinen 2007longKamparPe ninsula.pdf
(3) Fred Pearce 2007 Bog Barons, Indonesia’s carbon catastrophe New Scientist, 1 December 2007, issue 2632.
Untuk Informasi lebih lanjut silahkan lihat: http://www.greenpea ce.org/climatede fenders.
Foto dan video background news yang berkaitan bisa didapatkan dari: Findi Kenandarti, Asisten Jurukampanye Media, +62 (0) 8161681840

Senin, 26 Oktober 2009

HM Roem Resmi Ketua DPRD Sulsel

Harian Fajar (www.fajar.co.id)
Jumat, 23-10-09

HM Roem Resmi Ketua DPRD Sulsel

Laporan : Harifuddin

MAKASSAR-- Pimpinan DPRD Sulsel akhirnya resmi dilantik, Jumat pagi pukul 09.30 Wita di Gedung DPRD Sulsel. Pengambilan sumpah dilakukan Ketua Pengadilan Tinggi Dr HM Arsyad Sanusi SH, MH.

Dalam formasi pimpinan DPRD Sulsel periode 2009-2014 tersebut, HM Roem dari Partai Golkar resmi jadi Ketua DPRD Sulsel definitif. Golkar memimpin parlemen karena memiliki kursi terbanyak, yakni 18 kursi.

Adapun para wakil ketua adalah Andry S Arief Bulu (Demokrat), Ashabul Kahfi (PAN), A Akmal Pasluddin (PKS). Pengambilan sumpah yang berlangsung aman dan tertib tersebut dihadiri Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Wagub Agus Arifin Nu'mang, Kapolda Sulsel Adang Rochyana, Pangdam VII/Wrb Joko Susilo Utomo, Pangkopsal II Yushan Sayuti, Danlantamal Bambang Wahyudi, Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin, Rektor Unhas Idrus Paturusi dan pejabat lain.

Dalam sambutannya, Ketua DPRD Sulsel HM Roem mengatakan bahwa segenap anggota wakil rakyat siap mengawasi jalannya kebijakan publik. Sedangkan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa kebaikan dan kelemahan pemerintahan adalah tanggung jawab bersama.

Saat acara tersebut, bagian dalam dan luar gedung wakil rakyat tersebut dijaga cukup ketat oleh aparat kepolisan. Usai pengambilan sumpah, para legislator foto bersama di tangga gedung parlemen. **/nin

Jumat, 23 Oktober 2009

Mohammad Nuh: Semua Sekolah Harus Dalam Kondisi Kokoh

“Kami upayakan tidak ada lagi dalam cerita dan sejarah suatu tempat tidak punya sekolah dan sekolah yang ada semuanya harus dalam kondisi kokoh,” kata Mohammad Nuh.

Mohammad Nuh: Dosen Teknik Elektro Yang Jadi Menteri Pendidikan Nasional

Mohammad Nuh mengawali karirnya sebagai dosen Teknik Elektro ITS pada tahun 1984. Ia kemudian mendapat beasiswa menempuh magister di Universite Science et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Perancis. Mohammad Nuh juga melanjutkan studi S3 di universitas tersebut.

Kamis, 22 Oktober 2009

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II

Kabinet Baru Diumumkan

Jakarta, 22 Oktober 2009 07:30
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/10) malam, mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua yang akan bertugas untuk periode 2009-2014.

Presiden Yudhoyono, sejak Selasa (20/10) pagi hingga Rabu (21/10) malam, masih berada di kediaman Yudhoyono di Cikeas Bogor dan dikabarkan terus melakukan rapat internal bersama Wakil Presiden Boediono, Sudi Silalahi, dan Hatta Radjasa.

Sebelumnya, Presiden Yudhoyono selama tiga hari sejak Sabtu (17/10) hingga Minggu (19/10) telah memanggil 36 calon menteri untuk diuji kelayakan dan kepatutan serta meminta para calon menteri dan pejabat tinggi negara itu melakukan tes kesehatan di RS Gatot Subroto Jakarta.

Hatta beberapa waktu lalu mengatakan, Presiden Yudhoyono bakal mengumumkan susunan kabinet sebelum keberangkatan Kepala Negara ke Hua Hin Thailand untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN, Jum`at (23/10).

Para menteri dan pejabat tinggi itu dijadwalkan akan dilantik, Kamis (22/10), di Istana Negara, Jakarta.

Berikut susunan Kabinet Indonesia Bersatu Kedua 2009-2014:

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, & Keamanan:
- Marsekal TNI (Purn) Djoko Suyanto
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian:
- Ir Muhammad Hatta Radjasa
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat:
- R. Agung Laksono

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional:
- Armida Alisjahbana
Menteri Negara Koperasi & UKM:
- Syarifuddin Hasan
Menteri Negara Lingkungan Hidup:
- Gusti Muhammad Hatta
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak:
- Linda Amalia Sari
Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi:
- EE Mangindaan

Menteri Sekretaris Negara:
- Sudi Silalahi
Menteri Dalam Negeri:
- Gamawan Fauzi
Menteri Luar Negeri:
- Marty Natalegawa
Menteri Pertahanan:
- Purnomo Yusgiantoro
Menteri Hukum & HAM:
- Patrialis Akbar
Menteri Keuangan:
- Sri Mulyani Indrawati
Menteri Energi Sumber Daya Mineral:
- Darwin Zahedy Saleh
Menteri Perindustrian:
- MS Hidayat
Menteri Perdagangan:
- Mari Elka Pangestu
Menteri Pertanian:
- Suswono
Menteri Kehutanan:
- Zukifli Hasan
Menteri Perhubungan:
- Freddy Numberi
Menteri Kelautan & Perikanan:
- Fadel Muhammad
Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi:
- Muhaimin Iskandar
Menteri Kesehatan:
- Endang Rahayu Setyaningsih
Menteri Pekerjaan Umum:
- Djoko kirmanto
Menteri Pendidikan Nasional:
- M Nuh
Menteri Sosial:
- Salim Seggaf Al Jufri
Menteri Agama:
- Suryadharma Ali
Menteri Kebudayaan & Pariwisata:
- Jero Wacik
Menteri Riset & Teknologi:
- Suharna Surapranata
Menteri Pemberdayaan Daerah Tertinggal:
- Ahmad Helmi Faisal Zaini
Menteri Negara BUMN:
- Mustafa Abubakar
Menteri Komunikasi & Informatika:
- Tifatul Sembiring
Menteri Negara Pemuda & Olahraga:
- Andi Mallarangeng
Menteri Perumahan Rakyat:
- Suharso Monoarfa

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal:
- Gita Irawan Wirjawan

Jaksa Agung:
- Hendarman Supanji
Kepala Badan Intelijen Negara:
- Sutanto
Panglima TNI:
- Jenderal TNI Djoko Santoso
Kapolri:
- Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri

Ketua Unit Kerja Presiden Pengawasan & Pengendalian Pembangunan:
- Kuntoro Mangkusubroto. [EL, Ant]

Rabu, 21 Oktober 2009

Kapitalisme Media dan Masa Depan Internet

Dikutip dari Harian Jawa Pos, Surabaya
Rubrik Opini
Senin, 19 Oktober 2009

Kapitalisme Media dan Masa Depan Internet

Oleh: Rachmah Ida

GELIAT Tiongkok dalam kancah internasional mulai semakin serius dan terarah. Paling tidak, lewat forum World Media Summit, 9-12 Oktober lalu, sang Naga mengirim pesan kuat mengenai intensinya untuk memperluas dan memperdalam penetrasi kehadiran medianya dalam persaingan global.

Pada kesempatan yang dihadiri top executive dari 170 media dunia itu, Presiden Hu Jintao memaparkan visi ke depan media Tiongkok yang akan ''jujur, terbuka, komprehensif, dan objektif''.

Hal itu tidak bisa dilepaskan dari kenyataan parahnya cara penanganan public relations masalah dalam negeri Tiongkok beberapa tahun terakhir. Dengan dukungan kekuatan keuangan yang tangguh, Tiongkok siap membelanjakan USD 7,17 miliar untuk ekspansi multi medianya.

Tetapi, dalam forum itu, justru pemilik News Corp Rupert Murdoch yang menjadi pusat perhatian ketika menyatakan perang terhadap penyedia jasa website yang dia anggap mencuri content dari berbagai media di bawah kelompok News Corp.

Search engine penyedia informasi gratis semacam Google dan Yahoo, yang disebutnya sebagai ''vampires'' dan ''tapeworms'', dia nilai telah melakukan plagiarisme dan diharuskan untuk membayar kepada perusahaan-perusahaan media News Corp yang menyediakan/memasok news content.

Murdoch menekankan bahwa penyedia informasi gratis yang dilabeli sebagai content kleptomaniacs itu sebentar lagi tak boleh dengan seenaknya mengambil informasi yang ada di News Corp. Pertanyaan yang mengedepan adalah apakah konsekuensi yang muncul dengan gagasan Murdoch itu? Dan, bagaimanakah masa depan internet dengan free flow of information?

Sebagai kapitalis murni, Murdoch memegang teguh jargon no free lunch sehingga setiap pengambilan content informasi dari media yang dia miliki harus dibayar oleh penggunanya. Bahkan, saat ini Murdoch telah membentuk global team di New York, London, dan Sydney untuk mendesain sistem paid content atau konten yang berbayar.

Ambisi itu sebenarnya diilhami oleh keberhasilan The Wall Street Journal (WSJ) -diakuisisi Murdoch beberapa tahun lalu- yang saat ini mengalami booming pelanggan online. Dari situ Murdoch yakin bahwa khalayak akan memahami dan tidak keberatan jika harus membayar setiap informasi yang diakses dari media-media milik News Corp.

Bagi Murdoch, model bisnis WSJ adalah contoh yang bisa dijadikan benchmark untuk menerapkan kebijakan charging access, yang rencananya dimulai setahun lagi.

Namun, yang Murdoch lupa (atau terlalu antusias), WSJ adalah media finansial yang memang sangat dibutuhkan para pembacanya. Setiap informasi dalam WSJ sangat komprehensif dan berarti bagi investor untuk mengikuti perkembangan terkini pasar finansial. Kebergantungan kepada WSJ sebelum mengambil keputusan finansial. Itulah yang membuat para pengakses tidak pernah keberatan untuk membayar.

Tetapi, apakah mungkin khalayak media mau membayar informasi yang hanya berisi gosip di kalangan selebriti Hollywood, seperti dalam koran the Sun?

Global Team yang dikepalai Richard Freudenstein dalam paparan hasil riset awal, yang mereka lakukan terhadap khalayak media di US, UK, dan Australia, menegaskan bahwa News Corp sangat yakin bahwa pengguna media akan bersedia membayar jika medianya mampu membuat produk/konten yang bagus dan delivery system yang tepat.

Namun, CEO Fairfax Digital Jack Matthews merasa tidak yakin bahwa konsumen media akan mau membayar berita-berita umum. Dia juga tidak yakin bahwa bisnis media akan mampu bertahan seandainya hanya mengandalkan sirkulasi berita umum (general news) sebagai sumber penghasilan utama dari khalayak pengakses.

Pendapatnya itu didukung oleh hasil riset yang dipublikasikan Harris Poll di Inggris bahwa hanya 5 persen responden menyatakan bersedia membayar konten media jika website lembaga pemberitaan favorit mereka akan mengenakan biaya dari setiap akses berita yang dilakukan oleh konsumennya.

Poll Radio ABC Australia pada Rabu (15/10) juga menunjukkan hasil yang tidak banyak berbeda bahwa 90 persen responden lebih memilih tidak melakukan akses online kalau harus membayar.

***

Terpaan badai krisis keuangan dunia memang membuat banyak perusahaan terguncang. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang mengalami kebangkrutan. News Corp juga mengalami kerugian dan penurunan keuntungan hingga 47 persen atau USD 755 juta.

Pendapatan dari iklan media cetak dan televisi di bawah kendali News Corp juga berkurang cukup signifikan. Pendapatan iklan media News Corp di Inggris menurun hingga 21 persen tahun ini. Pendapatan televisinya secara global merosot tajam dari USD 419 juta menjadi USD 4 juta. Alhasil dari menurunnya pendapatan kapitalis media itu , tahun lalu 3.000 pekerja News Corp harus dirumahkan.

Kondisi semacam itu sering menjadi katalis bagi para kapitalis untuk mencari jalan pintas tercepat dalam memperbaiki keuangan perusahaannya. Dalam konteks tersebut, beberapa pengamat juga menengarai adanya keterkaitan antara kondisi perusahaan dan upaya mencari penghasilan yang efektif.

Tetapi, terlepas dari kegeraman Murdoch terhadap mesin penyedia informasi gratis, susah dibayangkan adanya negara yang bersedia membuat UU atau peraturan yang mendukungnya. Pilihan yang paling mungkin adalah menyerahkan kepada mekanisme kapitalis pasar bahwa kebutuhan khalayak media yang akan menjadi penentu eksistensi sistem tersebut.

Hanya, yang perlu digarisbawahi adalah media internet berbeda dengan media cetak. Arus informasi global dan borderless media online tidak lagi mungkin di bendung. Bahkan, banyak pengguna internet diuntungkan dengan mesin pencari informasi gratis.

Jika pernyataan Murdoch mengenai era internet segera berakhir, ''the current days of the internet will soon be over'' benar, arus informasi akan dikuasai kapitalisme media dan tidak ada lagi informasi gratis bagi khalayak media umum. Bersediakah masyarakat kita membeli informasi ketika kebutuhan perut setiap hari masih lebih penting dipikirkan?

Kita hanya bisa sabar menunggu reaksi para pemilik dan CEO media massa di dunia, akankah mereka segeram direktur ABC Australia yang secara terbuka menyerang keinginan Murdoch tersebut, atau justru melompat ''ke gerbong Murdoch'', mengingat potensi pendapatan dan keuntungan yang cukup signifikan. (*)

*) Rachmah Ida , dosen Komunikasi UNAIR, saat ini Visiting Research Fellow, the University of Western Australia

Pendaftar CPNS Kopertis IX Membludak

Harian Pagi Timor Express, Kupang
(www.timorexpress.com)
Rubrik PENDIDIKAN
Sabtu, 03 Oct 2009

Pendaftar CPNS Kopertis IX Membludak

Jumlah pendaftar calon pegawai negeri sipil (CPNS) di Kantor Kopertis Wilayah IX Sulawesi, membludak dalam dua hari terakhir. Hingga Jumat (2/10) sore, pendaftar sudah lebih dari 200 orang.

Jumlah tersebut diperkirakan masih akan bertambah, karena pendaftaran dibuka hingga Selasa, 6 Oktober. Ujian akan dilaksanakan pada Kamis, 10 Oktober 2009.

Departemen Pendidikan Nasional membuka penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) pada tahun 2009. Khusus untuk penerimaan CPNS Kopertis Wilayah IX Sulawesi, penerimaan CPNS hanya melalui formasi tenaga teknis dengan kualifikasi bidang ilmu Ilmu Administrasi Negara, Ilmu Komunikasi, Sistem Informasi / Manajemen Informatika, Akuntansi/Akuntansi Komputer (S1/D3)dan Sekretaris (D3).

"Untuk penerimaan CPNS tahun ini, Kopertis IX Sulawesi hanya mendapatkan jatah 7 (tujuh) orang," terang Humas Kopertis IX Sulawesi, Asnawin. (nin/fmc)

Selasa, 20 Oktober 2009

Profil Wapres RI, Boediono (3)



Profil Wapres RI, Boediono (3)
Beberapa Karya Tulis Sang Profesor


Oleh: Asnawin

Sebagai seorang Guru Besar alias Profesor, Boediono tentu punya karya dalam bentuk buku, karena salah satu nilai lebih seorang professor adalah karya tulis ilmiah, khususnya dalam bentuk buku.

Apa saja karya-karya beliau? Buku karyanya yang cukup fenomenal yaitu yang dibuat bersama Mubyarto dan Ace Partadiredja pada tahun 1981, dengan judul ‘’Ekonomi Pancasila’’, terbitan BPFE, Yogyakarta.

Tahun 2001, Boediono menulis buku berjudul ‘’Indonesia Menghadapi Ekonomi Global’’ yang diterbitkan BPFE, Yogyakarta.

Boediono pada tahun 1986, membuat tulisan dengan judul ‘’Strategi Industrialisasi: Adakah Titik Temu?’’, yang dimuat Prisma Tahun XV, No.1.

Bulletin of Indonesia Economic Studies, 38(3): 385-392, Desember 2002, memuat tulisan Boediono dengan judul ‘’The International Monetary Fund Support Program in Indonesia: Comparing Implementation Under Three Presidents.’’

Sebagai akademisi dan ekonom, Boediono dikenal sebagai seorang ekonom profesional bertangan dingin. Tangan dingin Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan Doktor Ekonomi Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979 ini, tela terbukti selama menjabat Menteri Keuangan pada pemerintahan Megawati, Menko Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (resuffle Senin, 5 Desember 2005), maupun sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Selama menjabat Menkeu Kabinet Gotong-Royong, suami dari Herawati dan ayah dua anak (Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan), ini berhasil membenahi bidang fiskal, masalah kurs, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi.

Bersama dalam The Dream Team dan Bank Indonesia, Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia (1972) itu, Boediono berhasil menstabilkan kurs rupiah pada kisaran Rp 9000-an per dolar AS.

Begitu pula dengan suku bunga berada dalam posisi yang cukup baik merangsang kegiatan bisnis, sehingga pertumbuhan ekonomi menaik secara signifikan. Pria berpenampilan kalem dan santun serta terukur berbicara itu juga dinilai mampu membuat situasi ekonomi yang saat itu masih kacau menjadi dingin.

Saat baru menjabat Menkeu, langkah pertama yang dilakukan berpenampilan rapih dan low profile itu adalah menyelesaikan Letter of Intent dengan IMF yang telah disepakati sebelumnya, serta mempersiapkan pertemuan Paris Club September 2001.

Paris Club ini merupakan salah satu pertemuan penting karena menyangkut anggaran 2002. Setelah itu, dia bersama tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong, secara terencana mengakhiri kerjasama dengan IMF (Dana Moneter Internasional) Desember 2003.

Departemen Keuangan di bawah kendali pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu pun berhasil melampaui masa transisi pascaprogram IMF, yang sebelumnya sudah dia ingatkan akan sangat rawan, bukan hanya menyangkut masalah dana, tetapi juga menyangkut rasa percaya (confidence) pasar. Apalagi kala itu, Pemilihan Umum 2004 juga berlangsung. Kondisi rawan itu pun berhasil dilalui tanpa terjadi guncangan ekonomi.

Dia berhasil menggalang kerjasama dengan Bank Indonesia dan tim ekonomi lainnya, kecuali dengan Kwik Kian Gie yang kala itu tampak berbicara sendiri sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala Bappenas.

Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia berhasil memperbaiki keuangan pemerintah dengan sangat baik sehingga mampu membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional.

Tak heran bila majalah BusinessWeek (AS), memberi Boediono pengakuan sebagai tokoh yang kompeten di posisinya sebagai menteri keuangan. Ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam Kabinet Gotong Royong.

Maka ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Ternyata, Jusuf Anwar hanya bisa bertahan lebih satu tahun.

Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan mengangkat Sri Mulyani menggantikan Jusuf Anwar sebagai Menteri Keuangan.

Boediono sendiri, dikabarkan sempat menolak secara halus saat diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk memperkuat jajaran tim ekonomi, dengan alasan hendak beristirahat dan kembali mengajar. Namun, akhirnya ia memenuhi permintaan SBY.

Tiga hari sebelumnya, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyo dalam jumpa pers di Pangkalan TNI Angkatan Udara Kelapa Sawit, Medan, Sumatera Utara, Jumat (2/12/2005), mengungkapkan telah meminta mantan Menteri Keuangan Boediono untuk memperkuat tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, pasar pun menyambutnya dengan antusias. IHSG dan mata uang rupiah langsung menguat. Terlihat dari nilai tukur rupiah yang langsung naik di bawah Rp 10.000 per dolar AS.

Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kini belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter. Juga perdagangan di lantai Bursa Efek Jakarta (BEJ) naik signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ langsung ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100.

Berbagai pelaku bisnis menilai Boediono kredibel, low profile, tidak banyak bicara, prudent dan sangat konservatif.

Presiden mengakui, sebelum terbang ke Sibolga, Kamis (1/12) pagi, telah bertemu Boediono, memintanya memperkuat tim ekonomi. Menurut Presiden, Boediono cukup meyakinkan untuk mengelola makro-ekonomi dengan baik.

Namun, menurut Presiden SBY, Boediono mengaku ingin beristirahat sambil berbuat baik bagi negara tanpa harus bergabung di kabinet.

“Tetapi saya minta, Pak Boediono kalau negara memerlukan, kalau rakyat menghendaki dan Anda harus masuk pemerintahan, tentu itu amanah. Mudah-mudahan semuanya berjalan baik dalam satu dua hari ini,” kata Presiden SBY.

Presiden SBY didampingi Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng, dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Rudolf Pardede, menginginkan ada komunikasi dan konsultasi yang baik antara pemerintah dan Bank Indonesia.

Diungkapkan, inflasi tahun 2005 yang lebih buruk dari tahun 2004 dinilai jauh dari harapan. Tentu ada faktor yang bisa menjelaskan mengapa inflasi buruk. Harus ada keterpaduan atau harmoni kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah dan kebijakan moneter dari Bank Indonesia.

Presiden berharap Boediono akan mampu membenahi kinerja ekonomi Indonesia, terutama di sektor riil dan terkait dengan tingginya laju inflasi saat ini menyusul kenaikan harga BBM pada 1 Oktober 2005 diiringi tingginya tingkat konsumsi pada bulan puasa Ramadhan dan Lebaran November 2005.

“Mengapa saya akan menata kembali tim ekonomi karena kita ingin semuanya tertata baik, makro-ekonomi, mikro-ekonomi, jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Ada yang harus bergerak cepat, yaitu ekonomi, tetapi harus ada yang menjaga stabilitas jangka panjang, sustainability, dan balance,’’ kata Presiden SBY.

Presiden menginginkan orang yang tepat di posisi yang tepat untuk mendukung kerja tim yang kuat. Pemilihan figur didasarkan pada kemampuan melakukan koordinasi dan kerja sama tim yang baik. Presiden berkepentingan dengan dua hal itu, untuk memiliki dewan menteri dan tim kerja yang baik.

Sementara, Boediono yang dikenal sebagai pribadi yang sedikit bicara banyak bekerja itu, belum mau bicara soal ajakan Presiden SBY tersebut.

Akhirnya Dr. Boediono, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943, itu bersedia menjabat Menko Perekonomian menggantikan Aburizal Bakrie.

Ia didukung Menteri Keuangan Sri Mulyani yang juga handal. Mereka membawa perekonomian Indonesia pada track dan daya tahan yang baik, terutama dalam menghadapi krisis ekonomi global.

Kemudian, pada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah.

Sebelum menjabat Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (2001–2004) dan Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999), Boediono telah menjabat Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Ia juga pernah menjabat Direktur Bank Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, ini memperoleh gelar S1 (Bachelor of Economics (Hons.)) dari Universitas Western Australia pada tahun 1967.

Lima tahun kemudian, meraih gelar Master of Economics dari Universitas Monash. Kemudian meraih gelar S3 (Ph.D) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania pada tahun 1979.

Biodata:
Nama : Prof. Dr. Boediono
Lahir : Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943
Agama : Islam
Isteri : Herawati
Anak : Ratriana Ekarini dan Dios Kurniawan
Pendidikan :
- S1 : Bachelor of Economics (Hons.), University of Western Australia (1967)
- S2 : Master of Economics, Monash University, Melbourne, Australia (1972)
- S3 : Doktor Ekonomi Bisnis Wharton School University of Pennsylvania, Amerika Serikat (1979)
Pekerjaan:
- Gubernur Bank Indonesia (2008-2013)
- Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu (2005-2009)
- Menteri Keuangan Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
- Penasehat Komisaris PT Pertamina (2003)
- Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999)
- Direktur I Bank Indonesia Urusan Operasi dan Pengendalian Moneter (1997-1998)
- Direktur III Bank Indonesia Urusan Pengawasan BPR (1996-1997)
- Presiden Komisaris PT Bank PDFCI (1994-1998)
- Staf Ahli Dewan Moneter (1974)
- Wakil Direktur Workshop Purna Sarjana Ekonomi dan Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (1973-1975)
- Internal Auditor Bank of America cabang Jakarta (1969-1970)
- Dosen Fakultas Ekonomi UGM
Alamat:
Jalan Mampang Prapatan XX No.26, Jakarta Selatan

Daftar Pustaka:
-www.wikipedia.org
-www.tokohindonsia.com

Profil Wapres RI, Boediono (2)



Profil Wapres RI, Boediono (2)
Disambut Positif dan Negatif

Oleh: Asnawin


Ada yang memprediksi Boediono akan disambut positif oleh pasar atas pelantikannya sebagai wakil presiden Republik Indonesia. Sejumlah pengusaha merasa sangat yakin dengan kemampuan ekonominya, namun di sisi lain, mereka juga masih meragukan kemampuan politiknya Boediono.

Keraguan itu sangat beralasan karena Boediono tidak mewakili tokoh partai dan bukan pula representasi dari partai politik. Kondisi tersebut berbeda dengan para pendahulunya sebagai Wapres, yakni Megawati Soekarnoputri, Hamzah Haz, dan HM Jusuf Kalla.

Salah satu keberhasilannya saat menjabat Menteri Koordinator Perekonomian pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu terwujudnya Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara dan Perbankan Syariah.

Namun Hendri Saparini, orang dekat Rizal Ramli[23][24], dan analis ekonomi-politik, melihat Boediono bakal membawa negara Indonesia ke arah neoliberal. Indikasinya, utang negara secara nominal bertambah Rp 400 triliun dalam periode 2004-2009.

Walau demikian, perlu dicatat bahwa sebenarnya rasio hutang (debt ratio) kita turun drastis dari 100% di tahun 1999, 56% di tahun 2004, dan tahun 2009 tinggal 30-35%, sekalipun nominal besarnya utang kurang lebih sama selama periode 2003-2008.

Pada saat menjabat sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Boediono menyatakan bahwa pada dasarnya subsidi bagi rakyat harus dihapus. Ketika para petani tebu meminta proteksi, Boediono menyarankan agar petani tebu menanam komoditas lain bila tebu dinilai tidak menguntungkan. Saran tersebut dinilai sejumlah kalangan bertentangan dengan orientasi kemandirian pangan. Tampaknya pendapat Boediono sejalan dengan Taufiq Kiemas, suami Megawati, yang menyatakan bahwa subsidi seperti candu.

Kwik Kian Gie mengatakan, Boediono memiliki peran penting dalam proses keluarnya kebijakan pemerintah terkait penyelesaian BLBI. Pasalnya, Boediono saat itu merupakan menteri keuangan pemerintahan Megawati yang tahu betul tata cara penyelesaian utang bagi para obligor BLBI. Dia (Boediono) tahu seluk-beluk ini (BLBI).

Sejumlah ekonom seperti Ekonom UGM, Prof Dr Mudrajad Kuncoro dan Chief Economist BNI, Tony Prasetiantono, menilai tuduhan kepada Boediono sebagai figur yang mengusung neoliberalisme dan titipan dari pihak asing sangatlah tidak berdasar.

Boediono justru termasuk orang yang dekat dengan almarhum Prof. Mubyarto, tokoh UGM yang terkenal dengan gagasan ekonomi kerakyatan. Sepulang dari lulus PhD di Wharton School, University of Pennsylvania, Boediono turut membantu Prof. Mubyarto mengorganisasi Seminar Ekonomi Pancasila saat Dies Natalis Fakultas Ekonomi UGM di Bulaksumur, September 1980.

Ketika hasil seminar ini dibukukan berjudul 'Ekonomi Pancasila' (penerbit BPFE Yogyakarta) tahun 1981, Boediono adalah editor buku tersebut. 'Ekonomi Pancasila' inilah yang bertransformasi dan dikenal sebagai 'Ekonomi Kerakyatan' belakangan ini.

Ekonom Faisal Basri juga menganggap tudingan 'neoliberal' dan 'antek IMF' pada Boediono sangat tidak berdasar. Ia justru menganggap kinerja Boediono dan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti di pemerintahan Megawati cukup mengesankan dalam menstabilkan perekonomian Indonesia yang kacau kala itu.

Boediono yang masuk kembali ke pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pasca-reshuffle kabinet juga dinilai berhasil menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sempat mengalami kemunduran dalam 2 tahun pertama Kabinet Indonesia Bersatu pra-reshuffle.

Daftar Pustaka:
-www.wikipedia.org
-www.tokohindonsia.com

Profil Wapres RI, Boediono (1)



Pengantar:
Hari ini, 20 Oktober 2009, Prof Dr Boediono MEc dilantik menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk masa jabatan lima tahun ke depan (2009-2014). Boediono menggantikan HM Jusuf Kalla, sedangkan SBY dilantik kembali menjadi Presiden RI (dua periode berturut-turut). Untuk mengenal lebih dekat Profesor Boediono, berikut kami tampilkan profilnya yang dikutip dari berbagai sumber.


Profil Wapres RI, Boediono (1)
Profesor yang Sukses di Pemerintahan

Oleh: Asnawin

Prof Dr Boediono MEc, lahir di Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943. Pada 20 Oktober 2009, Boediono dilantik menjadi Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Duet SBY-Boediono terpilih dalam Pilpres 2009. Dengan pelantikan tersebut, Boediono menjadi wakil presiden pertama Republik Indonesia yang berlatar belakang ekonomi dan non-partisan setelah Mohammad Hatta (wakil presiden pertama RI).

Sebelum menjabat Wapres, Boedino pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Direktur Bank Indonesia (sekarang setara Deputi Gubernur).

Boediono adalah profil seorang dosen yang sukses meniti karier di pemerintahan. Hingga kni, Boediono masih terdaftar sebagai Guru Besar di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Oleh relasi dan orang-orang yang seringkali berinteraksi dengannya, Boediono dijuluki ‘’The man to get the job done.’’

Gelar Bachelor of Economics (Hons.) diraihnya dari Universitas Western Australia pada tahun 1967. Lima tahun kemudian, gelar Master of Economics diperoleh dari Universitas Monash. Pada tahun 1979, ia mendapatkan gelar S3 (Ph.D.) dalam bidang ekonomi dari Wharton School, Universitas Pennsylvania.

Ia mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana tahun 1999 dan "Distinguished International Alumnus Award" dari University of Western Australia pada tahun 2007

Boediono pertama kali diangkat menjadi menteri pada tahun 1998 dalam Kabinet Reformasi Pembangunan sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Setahun kemudian, ketika terjadi peralihan kabinet dan kepemimpinan dari Presiden BJ Habibie ke Abdurrahman Wahid, ia digantikan oleh Kwik Kian Gie.

Ia kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan pada tahun 2001 dalam Kabinet Gotong Royong menggantikan Rizal Ramli. Sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Gotong Royong, ia membawa Indonesia lepas dari bantuan Dana Moneter Internasional dan mengakhiri kerja sama dengan lembaga tersebut.

Oleh BusinessWeek, ia dipandang sebagai salah seorang menteri yang paling berprestasi dalam kabinet tersebut. Di kabinet tersebut, ia bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti dijuluki 'The Dream Team' karena mereka dinilai berhasil menguatkan stabilitas makroekonomi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih dari Krisis Moneter 1998. Ia juga berhasil menstabilkan kurs rupiah di angka kisaran Rp 9.000 per dolar AS.

Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai presiden, banyak orang yang mengira bahwa Boediono akan dipertahankan dalam jabatannya, namun posisinya ternyata ditempati Jusuf Anwar. Menurut laporan, Boediono sebenarnya telah diminta oleh Presiden Yudhoyono untuk bertahan, namun ia memilih untuk beristirahat dan kembali mengajar.

Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan perombakan (reshuffle) kabinet pada 5 Desember 2005, Boediono diangkat menggantikan Aburizal Bakrie menjadi Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Indikasi Boediono akan menggantikan Aburizal Bakrie direspon sangat positif oleh pasar sejak hari sebelumnya dengan menguatnya IHSG serta mata uang rupiah.

Kurs rupiah menguat hingga dibawah Rp 10.000 per dolar AS. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEJ juga ditutup menguat hingga 23,046 poin (naik sekitar 2 persen) dan berada di posisi 1.119,417, berhasil menembus level 1.100[8]. Ini karena Boediono dinilai mampu mengelola makro-ekonomi yang kala itu belum didukung pemulihan sektor riil dan moneter.

Pada tanggal 9 April 2008, DPR mengesahkan Boediono sebagai Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Burhanuddin Abdullah. Ia merupakan calon tunggal yang diusulkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan pengangkatannya didukung oleh Burhanuddin Abdullah, Menkeu Sri Mulyani, Kamar Dagang Industri atau Kadin, serta seluruh anggota DPR kecuali fraksi PDIP.

Ketika namanya diumumkan sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada bulan Mei 2009, banyak pihak yang tidak bisa menerima dengan berbagai alasan, seperti tidak adanya pengalaman politik, pendekatan ekonominya yang liberal, serta bahwa ia juga orang Jawa (SBY juga orang Jawa).

Namun demikian, ia dipilih oleh SBY karena ia sangat bebas kepentingan dan konsisten dalam melakukan reformasi di bidang keuangan. Pasangan ini didukung Partai Demokrat dan 23 partai lainnya, termasuk PKB, PPP, PKS, dan PAN. Pada Pemilihan Umum 8 Juli 2009, pasangan SBY-Boediono menang atas dua pesaingnya, Megawati—Prabowo dan Kalla—Wiranto.

Daftar Pustaka:
-www.wikipedia.org
-www.tokohindonesia.com

Profil Susilo Bambang Yudhoyono (6)



Profil Susilo Bambang Yudhoyono (6)
Andalkan Popularitas Politik


SBY, demikian ia akrab disapa. Gaya dan tutur bicaranya tenang, sistematis dan berwibawa. Sehingga ia populer bagi kaum ibu dan remaja putri. Ia seorang yang beruntung memiliki popularitas politik. Pantas saja para pengamat politik memberinya julukan: Jenderal yang Berpikir dan Tampan. Ia pun mendirikan Partai Demokrat yang kemudian memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2004 dan mengantarkannya menjadi calon presiden.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Kabinet Gotong-Royong ini mengundurkan diri dari jabatannya setelah mempersiapkan diri untuk mencalonkan diri merebut kursi presiden bersaing dengan Megawati.

Surat permintaan pengunduran dirinya dikirim kepada Presiden Megawati, Kamis 11 Maret 2004 pagi, setelah sebelumnya ia menyurati presiden, mempersoalkan kewenangannya yang "dipreteli", tapi tidak ditanggapi oleh Megawati.

Pengunduran diri pria kelahiran Pacitan 9 September 1949 itu dilakukan setelah dua minggu kemelut politik terbuka dengan Megawati. Keputusan mundur dari kabinet itu tampaknya merupakan pemanasan dari kemelut panjang dalam kancah perebutan kekuasaan. Dia pun beruntung dan berhasil meraih dan mengandalkan popularitas politik.

Yudhoyono, yang secara cerdik makin populer lewat iklan pemilu damainya di televisi, tampaknya telah memicu kemelut yang mengakibatkan orang-orang Megawati gerah dan merasa dikhianati. SBY yang ketika diangkat menjadi Menkopolkam sebagai pembantu presiden oleh Presiden Megawati adalah dengan pertimbangan profesional. Namun 'jenderal simpatik' ini berhasil memanfaatkannya secara politis untuk menjadi pesaing Megawati, presiden yang mempercayainya.

Jenderal yang kelihatan simpatik, tampan, mudah senyum dan memikat banyak perempuan ini, ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya, mengatakan "Sesuai dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia."

Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur maupun bersikap. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo itu.

Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah mengangkat populeritasnya yang tercermin dalam perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2004 yang sangat signifikan, menduduki peringkat lima.

Langkah karir politik mantan Kepala Staf Teritorial Markas Besar Tentara Nasional Indonesia ini dimulai tanggal 27 Januari 2000 memutuskan untuk pensiun lebih dini ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.

Kemudian pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban dan hukum.

Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri namun ditolaknya.

Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati Sukarnoputeri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung.

Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun tampak menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003, serta proses penyelesaian konflik Ambon dan Poso.

Hal itu sangat menguntungkan SBY yang sudah berancang-ancang untuk merrebut kursi presiden. Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia menimangnya menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian, Partai Demokrat menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden.

Lalu iklan damainya muncul di berbagai stasiun televisi. Ia pun menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan soal tidak dilibatkannya dia dalam beberapa kegiatan kabinet yang menyangkut masalah politik dan keamanan. Lalu, suami Presiden Megawati, Taufik Kiemas menyebutnya kekanak-kanakan karena dinilai melapor kepada wartawan bukan kepada presiden (1/3/2004). Ia pun beruntung karena beberapa pengamat membangun opini bahwa ia sedang ditindas oleh Taufik Kiemas, suami Megawati.

Dalam pada itu, dua kali rapat kordinasi bidang Polkam batal dilakukan karena ketidakhadiran para menteri terkait. Tampaknya para menteri terkait tak lagi mempercayai dan menurutinya. Lalu pada 9 Maret 2004, dia pun menyurati Presiden Megawati mempertanyakan kewenangannya sekaligus minta waktu bertemu. Namun, Presiden tidak menjawab surat itu. Mensesneg Bambang Kusowo kepada pers mengatakan tidak seharusnya seorang menteri (pembantu presiden) mesti membuat surat meminta bertemu dengan presiden. Dia pun diundang mengahadiri rapat menteri terbatas. Tapi ia tidak datang.

Ia merasa suratnya tak ditanggapi. Lalu pada 11 Maret 2004, ia memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam karena merasa kewenangannya sebagai Menko Polkam telah diambil-alih oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Tampaknya ia sadar bahwa kewenangannya sebagai Menko Polkam dan apa pun yang dilakukannya sebagai Menko Polkam adalah atas kepercayaan Presiden.

Lalu, malam harinya, di sebuah hotel, ia bertemu Abdurrahman Wahid yang diisukan sudah sejak beberapa waktu menimangnya menjadi calon presiden dari PKB.

Langkah pengunduran diri ini dinilai berbagai pihak membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Pengunduran diri, jika jujur, sebaiknya telah dilakukan sejak dua tahun sebelumnya. Berbagai hasil polling memang selalu menempatkannya pada posisi terbaik, baik sebagai calon presiden apalagi sebagai calon wakil presiden. Polling TokohIndonesia DotCom menempatkannya sebagai calon wakil presiden yang paling puncak.

Hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Centre for Political Studies-Soegeng Sarjadi Syndicated, yang diumumkan Selasa 30/7/2002, nama Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono menduduki urutan teratas (15,5 persen) untuk menjadi wakil presiden berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri (presiden) dan urutan kelima (5,4 persen) berpasangan dengan Amien Rais. Jajak pendapat ini melibatkan 4.133 responden yang rata-rata terpelajar di kota Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makassar,

Penampilan yang tenang dan berwibawa serta tutur kata yang bermakna dan sistematis telah mengantarkan SBY pada posisi yang patut diperhitungkan dalam peta kepemimpinan nasional. Penampilan publiknya mulai menonjol sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).

Ketika reformasi mulai bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal reformasi itu TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. "Penghujatan terhadap TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan peran ABRI waktu itu," katanya.

Banyak orang mulai tertarik pada sosok militer yang satu ini. Pada saat institusi TNI dan oknum-oknum militernya dibenci dan dihujat, sosok SBY malah mencuat bagai butiran permata di atas lumpur. Seperti pengalaman yang hampir sama yang pernah dialami Jenderal Soeharto, ketika enam jenderal TNI diculik dalam peristiwa G-30-S/PKI, malah 'the smiling jeneral' itu berhasil tampil sebagai 'penyelamat' dan memimpin republik selama 32 tahun.

Siapa sesungguhnya SBY ini?

Ia yang pada masa kecil dan remajanya adalah penulis puisi, cerpen, pemain teater, dan pemain band. Pria tegap kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949 ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis, bermain peran dalam teater dan wayang orang. Beberapa karya puisi dan cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan hingga tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali masih juga menulis puisi.

Di samping kesenian, ia juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia senang travelling, baik jalan kaki, bersepeda atau berkendaraan. Sedangkan olah raga bela diri hingga saat ini masih aktif dilakukan.

Ia juga seorang penganut agama Islam yang taat. Darah prajurit Bapak berputra dua ini menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan. Tekadnya sebagai prajurit kian kental saat kelas V SD (1961) berkunjung ke AMN di kampus Lembah Tidar Magelang. "Saya tertarik dengan kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata," kenang SBY.

Pendidikan militernya dimulai di Akademi Militer Nasional (1970-1973). Ia adalah lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan Adi Makayasa. Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.

Dalam meniti karir, SBY sangat mengidolakan Sarwo Edhi yang tidak lain adalah mertuanya sendiri. Dalam pandangannya, Sarwo Edhi adalah seorang prajurit sejati. Jiwa dan logika kemiliterannya amat kuat. Selain belajar strategi, taktik, dan kepemimpinan militer, mertuanya itu amat sederhana dalam hidup dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip yang diyakini.

Tugas terberatnya sebagai Menko Polkam adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia bahwa keamanan di Indonesia dapat diwujudkan. Faktor keamanan inilah yang sering dijadikan investor asing untuk membatalkan rencana investasinya di Indonesia. Sedangkan dari dalam negeri, masyarakat sering kali merasa was-was dengan berbagai gangguan seperti teror bom yang kerap terjadi.

Persoalan lainnya adalah, upaya menghentikan pertikaian di daerah konflik, yang secara perlahan memperlihatkan kemajuan. Namun, karena besarnya masalah yang dihadapi, keberhasilan tugasnya itu sering tidak ditanggapi serius. Masih banyak pekerjaan besar menunggu untuk segera diselesaikan.

Menghadapi tugas berat, ternyata menjadi bagian sejarah hidup SBY yang sebelum menjadi menteri sempat diprediksi bakal menjadi orang nomor satu di lingkungan militer. Ketika Presiden KH Abdurrahman Wahid berkuasa, ia sempat diberi tugas untuk melobi keluarga mantan Presiden Soeharto. Maksud langkah persuasif yang dilakukannya itu agar keluarga cendana bersedia memberikan sebagian hartanya kepada rakyat dan bangsa. Khususnya untuk membawa pulang harta keluarga Soeharto yang diperkirakan masih tersimpan di luar negeri. Padahal saat itu masyarakat tengah menunggu dengan seksama hasil peradilan orang kuat Orde Baru tersebut.

Presiden Wahid pada awal tahun 2001 pernah memintanya untuk membentuk Crisis Centre. Dalam lembaga nonstruktural ini Presiden Wahid meminta Yudhoyono menjabat sebagai Ketua Harian dan menempatkan pusat informasi atau kegiatan (operation centre) di kantor Menko Polsoskam. Lembaga baru ini berfungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden Wahid dalam menjawab berbagai persoalan. Termasuk di antaranya sikap Kepala Negara dalam merespon pemberian dua memorandum oleh DPR.

Walau berulang kali menerima kepercayaan bukan berarti Yudhoyono ‘lembek’ dalam menghadapi Presiden Wahid. Ketika terdengar kabar Presiden Wahid ngotot akan menerbitkan dekrit pembubaran DPR, maka, bersama Panglima TNI Laksamana Widodo AS dan jajaran petinggi TNI lainnya, ia meminta Gus Dur mengurungkan niatnya.

Siapa nyana, setelah batal menerbitkan dekrit, Presiden Wahid malah mengeluarkan maklumat. Di sini pun Yudhoyono lagi-lagi mendapat ujian karena Kepala Negara menunjuknya sebagai pejabat yang bertanggung jawab untuk menegakkan keamanan dan ketertiban di Indonesia dalam menghadapi Sidang Paripurna yang dikhawatirkan banyak pihak bakal menimbulkan konflik di masyarakat. Tak lama setelah itu, Gus Dur malah melengserkan jabatan SBY. Dalam Sidang Istimewa MPR, giliran Gus Dur yang diturunkan dari kursi presiden dan digantikan Megawati. ►tsl

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Profil Susilo Bambang Yudhoyono (5)



Profil Susilo Bambang Yudhoyono (5)
Pilihan Suara Hati Rakyat Rakyat


Pilihan suara hati nurani rakyat akhirnya terbukti. Mayoritas rakyat Indonesia, pada Pilpres putaran kedua, mempercayakan pilihannya kepada pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Paduan dwitunggal ini menawarkan program memberikan rasa aman, adil, dan sejahtera kepada rakyat. Pasangan ini hampir dipastikan akan memenangkan Pilpres 20 September 2004. Inilah Presiden dan Wakil Presiden pertama pilihan rakyat secara langsung.

Rekonsiliasi
Setelah delapan bulan saling berkompetisi di mana ada persaingan secara politik dalam Pemilu, dia berharap mengakhirinya dalam proses rekonsiliasi. Rekonsiliasi, menurutnya, harus dimulai dari pada elite yang diikuti para konstituen.

Dia pun berupaya merintis rekonsiliasi itu. Menurutnya, kalaupun ada konsep the ruling party dan oposisi di legislatif dan eksekutif, hal itu sah-sah saja dan akan menyehatkan karena ada checks dan balances. Tapi tak boleh dilatarbelakangi dengan permusuhan. Dasarnya adalah koreksi dan mengawasi agar kebijakan publik tidak salah dan rakyat akan diuntungkan.

Dia ingin ada komunikasi dengan Ibu Megawati sehingga tak ada masalah tersisa setelah tanggal 20 Oktober, dengan demikian pemerintahan akan berjalan. "Ini memang tak pernah terjadi di Indonesia, dan saatnya kita memulai," kata SBY.

Siapakah sesungguhnya Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat diidolakan rakyat dan mengapa pasangan itu berjodoh?

SBY, demikian ia akrab disapa. Gaya bicaranya tenang, sistematis, dan berwibawa. Kata-katanya jelas mencerminkan wawasan berpikirnya yang luas. Pantas saja para pengamat politik memberinya julukan: Jenderal yang Berpikir. Ia pun mendirikan Partai Demokrat yang kemudian memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2004 dan menghantarkannya menjadi calon presiden.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kabinet Gotong-Royong ini mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa tidak dipercaya lagi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Surat permintaan pengunduran dirinya dikirim kepada Presiden, Kamis 11 Maret 2004 pagi, setelah sebelumnya ia menyurati presiden, mempersoalkan kewenangannya yang "dipreteli", tapi tidak ditanggapi oleh Megawati.

Pengunduran diri pria kelahiran Pacitan 9 September 1949 itu dilakukan setelah dua minggu kemelut politik terbuka dengan Megawati. Keputusan mundur dari kabinet itu tampaknya merupakan pemanasan dari kemelut panjang dalam kancah perebutan kekuasaan.

Yudhoyono, yang makin populer lewat iklan pemilu damainya di televisi, tampaknya telah memicu kemelut yang mengakibatkan orang-orang Megawati gerah.

Ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya, SBY mengatakan, "Sesuai dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia." Berarti, ia siap bersaing dengan Megawati untuk merebut kursi kepresidenan di Pemilu 2004 ini.

Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur maupun bertindak. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo itu.

Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah mengangkat popularitasnya yang tercermin dalam perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2004 yang sangat signifikan, menduduki peringkat lima.

Ketika mantan Kepala Staf Teritorial Markas Besar Tentara Nasional Indonesia ini tanggal 27 Januari 2000 memutuskan untuk pensiun lebih dini ketika menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.

Kemudian pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban, dan hukum.

Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri, ia menolaknya.

Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati Sukarnoputeri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung. Ia kalah dengan alasan sederhana, tidak mempunyai kendaraan politik berupa partai.

Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003.

Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menimangnya menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian, Partai Demokrat menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden. ►ht

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Profil Susilo Bambang Yudhoyono (4)



SBY-Kristiani Herawati (4)
Keluarga Harmonis dan Relijius


Duduk di tingkat empat sebagai Komandan Divisi Korps Prajurit Taruna (Dankorpratar) Akabri, Magelang, Jawa Tengah, taruna Susilo Bambang Yudhoyono suatu waktu harus menghadap melapor ke Gubernur Akabri, Mayor Jenderal TNI Sarwo Edhie Wibowo. Saat itu untuk pertama kali di rumah dinas sedang berkunjung putri ketiga yang paling disayangi Sarwo Edhie, Kristiani Herrawati, atau Ani.

Ani memilih menetap tinggal di Jakarta tak ikutan penunjukan sang ayah hijrah sebagai Gubernur Akabri ke Magelang. Pandangan mata antara Susilo dan Ani tak terhindarkan. Jantung Susilo berdetak kencang pipi Ani tersipu malu. Keduanya menyempatkan diri berkenalan.

“Dia dewasa sekali,” kenang Ani tentang pria muda berpostur tinggi besar tampak gagah berpakaian dinas taruna memikat hatinya. Ani adalah wanita muda berparas cantik. Susilo ingin mengenal Ani lebih dekat. “Itu, saya kira jalan Tuhan,” sebut Susilo mengenang pertemuan pertama mereka.

Hubungan kedua sejoli kian dekat. Ani tetap tinggal di Jakarta, tahun 1973 dia sudah tingkat tiga kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI). Dengan Susilo yang masih taruna di Magelang dia merajut tali kasih melalui surat-menyurat.

Ani kemudian berencana tinggal menetap sementara di Seoul kali ini mengikuti jejak sang ayah Sarwo Edhie Wibowo yang pasca Gubernur Akabri ditugaskan menjadi Duta Besar dan Berkuasa Penuh RI di Korea Selatan, berkededukan di Seoul.

Sebelum berangkat, pada Februari 1974 Susilo dan Ani menyempatkan diri bertunangan. Dan satu setengah tahun kemudian Ani sudah kembali berada ke tanah air. Sayang, Susilo justru sedang tugas belajar pendidikan Airborne dan Ranger di Amerika Serikat. Baru setelah Susilo kembali dari Negeri Paman Sam, pada 30 Juli 1976 keduanya sepakat menikah membina rumahtangga baru.

Hanya sempat berbulan madu beberapa hari Susilo sudah harus menyusul anggota pasukannya ke Timor Timur menjalankan tugas. Ani sudah siap untuk hal itu. Sepuluh tahun kemudian kejadian sama berulang. Susilo ke daerah Timor Timur, yang pada tahun 1986-1988 masih belum sepenuhnya aman. “No news is a good news,” atau jika tidak ada berita itu berarti adalah berita bagus, pesan Susilo, menenangkan hati istri untuk tidak perlu mengkhawatirkan keselamatannya.

Ketika pada bulan Desember 1977 Herrawati diidentifikasi hamil kegembiraan Susilo luar biasa senang. Susilo adalah anak tunggal semata wayang. Ada rasa takut padanya jika istrinya susah hamil. Rumahtangga harmonis itu akhirnya dikaruniai dua orang putra. Agus Harimurti Yudhoyono, kini seorang letnan satu infantri, dan si bungsu Edhie Baskoro Yudhoyono yang sedang menyelesaikan pendidikan sekolah bisnis S-2 di Australia.

Selalu musyawarah
Sebelum memutuskan sesuatu keluarga Susilo selalu mengedepankan musyawarah. Susilo tak pernah mengambil keputusan, apalagi jika tentang rumah tangga, sebelum berbicara dengan istrinya. Kehidupan keluarga ini berjalan harmonis.

Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY punya pelajaran politik sangat berharga. Pada 25 Juli 2001 dia kalah dalam pemilihan wakil presiden hanya karena tak punya kendaraan politik berupa partai. Sebagai demokrat sejati dia lalu menyadari tak mungkin mengandalkan anugerah atau priviledge diberikan oleh kekuasaan.

Terjun ke politik harus menjunjung norma dan etika demokrasi. Untuk meraih kekuasaan dituntut berjuang melalui partai politik. Siapapun jika ingin mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden harus memiliki basis partai politik tersendiri.

SBY lantas membidani kelahiran Partai Demokrat sebagai jalan yang sah, adil, dan fair berkompetisi dalam proses penyelenggaraan berbangsa dan bernegara. Orang baru bisa dikatakan berkeringat jika sudah berjuang melalui partai politik sebagai pemimpin, pengurus, atau anggota partai.

Pengunduran diri SBY sebagai Menko Polsoskam dari Kabinet Persatuan Nasional pimpinan Gus Dur, pada 1 Juni 2001, memberinya banyak waktu membentuk partai, mempersiapkan rumusan anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai, garis perjuangan, bendera, lambang, mars, dan beragam piranti lunak lainnya.

Sedang berada di puncak kesibukan itu SBY menerima telepon dari Megawati Soekarnoputri, yang sudah naik menjadi Presiden menggantikan Gus Dur sejak 23 Juli 2001. “Saya meminta Mas untuk membantu saya lagi, dengan jabatan seperti dulu, sebagai Menko Polkam,” suara merdu Megawati di telepon.

“Bu, kalau ini memang kepercayaan, kemudian untuk tujuan yang baik, untuk pemerintahan kita, saya siap mengemban tugas itu,” jawab SBY singkat menerima.

Pengelolaan partai berlambang segitiga merah putih kemudian dia serahkan kepada Prof. Subur Budhisantoso, mantan rektor Universitas Indonesia (UI), dan Prof. Dr. Irzan Tandjung, gurubesar Fakultas Ekonomi UI (FE-UI) sebagai ketua umum dan sekretaris jenderal, dan kawan-kawan lainnya. Partai yang diberi nama Partai Demokrat didaftarkan ke Departemen Kehakiman & HAM pada 9 September 2001, tepat pada usia SBY ke-52.

Partai Demokrat dideklarasikan oleh 99 tokoh pendiri pada 17 Oktober 2002 di Jakarta, dihadiri pengurus 29 DPD Propinsi. Esoknya, 18 Oktober 2002 berlangsung Rapat Kerja Nasional I di Jakarta. Platform partai ditetapkan nasionalis religius, humanisme, dan pluralisme.

Tujuan jangka pendek partai ikut Pemilu 2004, jangka panjang partai memiliki garis ideologi yang nyaman tanpa menyisakan pengkotak-kotakan istilah partai agama, nasionalis, apalagi sekuler. SBY sangat ingin muncul partai yang mampu menyatukan kaum nasionalis dengan kaum agama, yang mayoritas Islam, dalam satu wadah.

Ideologi Partai Demokrat dirumuskannya nasionalis religius. Kaum beragama tetap mencintai bangsanya dan kaum nasionalis taat dalam beragama. “Dalam 10 hingga 15 tahun mendatang, Partai Demokrat harus menjadi partai kader yang terus disempurnakan,” kata SBY.

Partai Demokrat bukan hanya bisa ikut Pemilu Legislatif 5 April 2004. Fantastis, Partai Demokrat mampu lolos electoral threshold, masuk lima besar meraih suara di atas tujuh persen, berhak mengajukan Calon Presiden yaitu Susilo Bambang Yudhoyono dan Calon Wakil Presiden M Jusuf Kalla atau SBY-JK, bahkan mampu meraih 57 kursi parlemen.

Partai Demokrat adalah kekuatan alternatif baru yang memiliki konsep bagus mengelola negara melalui figur SBY-JK. Jika Partai Demokrat dijuluki “Bintang Pemilu 5 April 2004”, demikian pula SBY-JK “Bintang Bersinar Pemilu Presiden 5 Juli 2004”, pasti halnya demikian pula pada 20 September 2004. Keluarga harmonis SBY-Ani akan menjadi sebuah Keluarga Presiden yang harmonis. ►ht

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Profil Susilo Bambang Yudhoyono (3)



Susilo Bambang Yudhoyono (3)
Kadet Lembah Tidar ke Istana


Dia anak tunggal prajurit profesional sekaligus pemimpin yang disegani. Tanda garis hidup cemerlangnya mulai terdata semenjak kelas lima Sekolah Rakyat. Dia ingin menuju Lembah Tidar. Dari Lembah Tidar dia lalu membangun kapasitas dan integritas sebagai calon pemimpin nasional. Dia tak sampai mengecap jabatan tertinggi Angkatan Darat dan TNI “mengalah” mau masuk Kabinet Gus Dur. Dia pensiun dini lima tahun lebih cepat saat berbintang tiga.

Dia terus mengasah diri menjadi pemimpin masa depan. Menangani koordinasi bidang politik, sosial, dan keamanan di Kabinet Gus Dur, demikian pula pada Kabinet Megawati stabilitas politik dan keamanan dalam negeri tertata rapi. Berbagai catatan emas keberhasilan membuatnya mantap melangkah mencari jalan sebagai pemimpin nasional tertinggi. Partai Demokrat mengusungnya bersama Jusuf Kalla sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden 2004-2009. Pasangan ini terbukti terkuat diantara empat kandidat lain. Rakyat telah memilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Jusuf Kalla (JK) sebagai pemimpin.

SBY lahir tanggal 9 September 1949 di lingkungan sebuah Pondok Pesantren Tremas, yang jaraknya 15 kilometer dari Kota Pacitan, Jawa Timur. Ibunya Siti Habibah putri salah seorang pendiri Pondok Pesantren Tremas, dan ayahnya, R Soekotjo seorang bintara Angkatan Darat yang bertugas di Koramil di kecamatan berbeda.

Bersukacita melihat kelahiran anak, Soekotjo spontan menarik pistol dari pinggang lantas meletakkannya di atas dahi sang bayi putra semata wayang yang kemudian diberi nama Susilo Bambang Yudhoyono. Susilo berarti orang yang santun dan penuh kesusilaan. Bambang adalah ksatria. Yudho bermakna perang. Dan Yono sama dengan kemenangan. Jadilah nama lengkap Susilo Bambang Yudhoyono, disingkat SBY, diartikan seorang yang santun, penuh kesusilaan, kesatria, dan berhasil memenangkan setiap peperangan.

SBY tumbuh dan berkembang sebagai anak desa yang cerdas dan pandai bergaul. Sebagai anak semata wayang SBY memperoleh kasih sayang besar dari kedua orangtua. Didikan ayah menitikberatkan kerja keras dan disiplin. Sedangkan ibu menekankan masalah iman dan ketaqwaan.

SBY sekolah di Sekolah Rakyat Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung. Dia aktif di kepanduan dan suka membaca. Mulai dari komik hingga buku tentang wayang. Dari buku wayang dia mengetahui bagaimana kultur Jawa melakukan penghormatan, hierarki, dan sopan santun. Di kemudian hari bacaan itu banyak mempengaruhi tingkah laku dan pembawaannya yang santun, tenang, pendiam, tidak emosional, dan bersahaja.

SBY tumbuh menjadi seorang murid yang cerdas mampu menyerap dengan cepat semua mata pelajaran yang diberikan guru. Rekan sekelas banyak bertanya kepadanya khususnya pelajaran berhitung, ilmu bumi, dan sejarah. Sifatnya suka mengalah. Tidak sombong tidak pendendam. Dia tak suka pada segala bentuk kekerasan atau hal-hal yang bersifat keras. Ia enggan ikut main sepakbola dan kasti.

SBY mulai menunjukkan sifat seorang pemimpin dan pemaaf. Ia selalu mendapat tugas sebagai komandan. Seperti komandan peleton SR Gadjahmada yang meraih juara pertama kelompok putra lomba gerak jalan antar-SR tingkat Kabupaten Pacitan. Pada Juli 1962 SBY lulus dari sekolah SR dengan nilai terbaik.

Pendidikan SR adalah pijakan masa depan paling menentukan dalam diri SBY. Ketika duduk di bangku kelas lima SBY untuk pertamakali kenal dan akrab dengan nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. Di kemudian hari AMN berubah nama menjadi Akabri.

Ketika itu ayahnya yang bintara angkatan darat (akhirnya pensiun sebagai letnan), bersama keluarga mengajak SBY berjalan-jalan wisata mengisi hari libur sekolah ke Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, tempat AMN berdiri. SBY bergumam dalam hati, suatu ketika kelak akan menjadi seperti para taruna gagah tampan mempesona.

SBY masuk SMP Negeri Pacitan, terletak di selatan alun-alun. Ini adalah sekolah idola bagi anak-anak Kota 1.001 goa itu. Di bangku SMP jiwa sosial SBY serta kemampuan menggalang rekan-rekan kian terasah. Dia terlibat dalam pelbagai kegiatan intra dan ekstra sekolah. Seperti masak-memasak, kelompok belajar, musik, hingga olahraga khususnya bolavoli dan tenis meja.

SBY juga aktif di Pijar Sena sebuah kompi pelajar serbaguna. Kompi ini pernah mendapat tugas di Desa Pager Lot mendata penduduk dalam rangka mencari pelarian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga aktif di bidang seni budaya seperti melukis hingga belajar teater dalam sanggar seni Dahlia Pacitan pimpinan Gondrong Suparman. Dia juga melahirkan ide membuat majalah dinding. Di situ SBY menjadi editor, menulis artikel seputar sekolah, puisi, hingga menulis cerpen.

Kegiatan-kegiatan itu masih berlanjut saat SBY memasuki bangku SMA 271, sebutan untuk SMA Negeri Pacitan. SBY tak hanya menonjol dalam setiap pelajaran. Dia tetap rendah hati dan mau berbagi pengetahuan kepada teman. Ia kerap kali tampil ke depan mengajar matematika ketika guru yang bersangkutan berhalangan. Bakat seni SBY juga semakin mengkilap. Dia piawai bermain musik. SBY adalah pemain bass gitar band sekolah. Ia juga meneruskan hobi bermain bolavoli. Benih-benih sebagai pemimpin berbakat mulai bersemi dalam jiwa SBY. Dia akhirnya dinyatakan lulus dari bangku SMA tahun 1968.

SBY ingin segera mewujudkan keinginan menyandang pedang dan senjata. Sayang harus tertunda setahun karena kesalahan informasi pendaftaran dia terlambat mendaftarkan diri. Masa penantian dia isi mengikuti pendidikan di Fakultas Teknik Mesin Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS), walau hanya sampai tahapan orientasi kampus.

SBY punya pilihan lain, dia masuk ke Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PG-SLP) di Malang, Jawa Timur. Di Malang SBY mempersiapkan fisik, mental, dan intelektual agar tahun depannya lulus ujian penyaringan Akabri tingkat daerah di Jawa Timur, dan tingkat pusat di Bandung.

Menjelang akhir tahun 1969 SBY mendaftar di Malang. Lulus, lalu pergi tes lanjutan ke Bandung, juga lulus. SBY dikirim ke Magelang mengikuti pendidikan mulai awal tahun 1970.

SBY langsung menerima pembagian peralatan militer. Seperti seragam baju lapangan hijau, sepatu lars, topi baja, koppel rim, dan lain-lainnya langsung pada hari pertama menghuni Lembah Tidar. Rambut digundul plontos habis. Perpeloncoan adalah tradisi dalam miiter untuk mengubah pola pikir dan pola tindak dari seorang sipil menjadi militer.

Selama seminggu SBY hidup bersama 1.121 calon taruna, diantaranya 501 dari Akabri Darat, 116 Laut, 126 Udara, dan 378 Kepolisian. Tiga bulan pertama dia menjalani pendidikan basis militer tanpa hambatan berarti. SBY dilantik menjadi taruna Akabri dengan pangkat prajurit taruna (pratar) dan kopral taruna.

Magelang adalah turning point kehidupan pribadi SBY. Dia aktif mengikuti berbagai kegiatan. Salah satunya, sejak tingkat satu anggota drumband Akabri Darat Cantalokananta. SBY dikenal teman-temannya sebagai kutu buku. Hari libur dia tetap sibuk membaca dan belajar. Tidak seperti teman-teman lainnya senang berpesiar. Sejumlah buku militer dan biografi para tokoh militer asing dilahapnya. Sejak bangku SMP SBY sudah fasih berbahasa Inggris. Karenanya, teman-teman taruna juga mengenal SBY sangat pandai berbahasa Inggris.

SBY di tahun kedua berpangkat sersan taruna. Dia memilih kecabangan korps infantri. Dia mmeperoleh “wildcard” bebas memilih kecabangan sebab berprestasi baik masuk 10 besar.

SBY terpilih menjadi Komandan Divisi Korps Taruna (Dandivkortar) membawahi 3.000 taruna akademi militer. Dia pegang komando itu satu setengah tahun. SBY kemudian menyerahkannya ke adik kelas Sjafrie Samsoedin.

Selama taruna prestasi SBY tergolong menonjol. Menerima berbagai penghargaan bidang kepribadian, intelektual, hingga fisik. Selama empat tahun sebagai taruna SBY memperoleh tujuh bintang penghargaan. Pencapaian ini tak pernah diraih taruna manapun.

Pada 11 Desember 1973 SBY mengakhiri masa pendidikan akademi militer sebagai lulusan terbaik diantara 987 taruna lulusan seangkatan. SBY berhak menyandang pangkat letnan dua infantri dengan NRP 26418. SBY lulus dengan meraih penghargaan Bintang Adhi Makayasa. Artinya, sebagai yang terbaik atau setara dengan summa cum laude dari antara teman seangkatan di segala hal. Mulai hal kepribadian, fisik, mental, dan akademis. Bintang Adhi Makayasa diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto kepada SBY.

Sesudah berpangkat Letnan Satu SBY tahun 1976 terpilih mengikuti pendidikan Ranger School dan Airborne School di Fort Benning, Amerika Serikat. Lokasi ini adalah sebuah pusat pendidikan militer ternama Angkatan Darat Amerika Serikat. Pilihan itu mengisyaratkan bahwa SBY adalah seorang perwira yang mempunyai masa depan, a promising officer.

Ketika sedang bertugas di Mabes TNI-AD berpangkat kapten infantri SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat, tahun 1982-1983. Dia mengikuti kursus infantery officer advanced course. SBY sekaligus mengikuti praktek kerja, on the job training, di Divisi 82 Lintas Udara Angkatan Darat AS, tahun 1983.

Bersamaan itu SBY juga mengikuti pendidikan lintas udara di Airborne School memperdalam metode pendidikan dan pelatihan, taktik dan doktrin kelintasudaraan, yang kelak di Indonesia dipadukan dengan doktrin Linud TNI yang relatif baru berkembang. Ia juga berkesempatan mengikuti latihan penerjunan jungle warfare di Panama, tahu 1983.

Usai dari Panama SBY dipanggil oleh Komandan Pusat Infantri (Pusif) Brigjen Feisal Tanjung. Berdua mereka membicarakan persiapan kedatangan persenjataan anti-tank buatan Belgia-Jerman. Saat itu SBY sudah menjabat sebagai instruktur militer di Pusif.

SBY dalam pangkat mayor ditugaskan berangkat ke Belgia bersama Kapten Darmono untuk mendalami seluk-beluk dan penggunaan senjata anti-tank di medan yang diselimuti salju. Kursus berlangsung 20 hari, 14 hari diantaranya adalah mengikuti pelatihan pertempuran anti-tank di sebuah satuan yang terkenal memiliki reputasi sangat tinggi dan amat membanggakan. Di situ SBY bisa meningkatkan profesionalitasnya sebagai perwira pasukan tempur. SBY masih berkesempatan dikirim ke Malaysia melengkapi pengetahuan jungle warfare di Jungle Warfare School, tahun 1984.

Ketika kembali dari Denpasar sebagai Pabanmuda Operasi Kodam Udayana 1988 berpangkat mayor, SBY mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Darat (Seskoad), Bandung, dan lulus sebagai yang terbaik tahun 1989. SBY berkesempatan menyampaikan pokok-pokok pikirannya dalam sebuah orasi ilmiah berjudul “Profesionalisme ABRI, Masa Kini dan Masa Depan”, langsung di hadapan para petinggi TNI-AD pas di hari ulang tahun Seskoad.

Bersama Agus Wirahadikusumah SBY mendirikan Center of Excellence lalu menerbitkan buku “Tantangan Pembangunan”. SBY berkesempatan pula diangkat menjadi dosen di almamater Seskoad sambil mulai bersentuhan dan memperdalam pengetahuan mengenai demokrasi.

SBY berpangkat letnan kolonel dikirim mengikuti US Army Command & General Staff College (CGSC) di Fort Leavenworth, AS, tahun 1990 selama 48 minggu. Pada kesempatan itu dia meraih pula jenjang S-2 master degree gelar MA dalam ilmu manajemen di Universitas Webster. Di CGSG SBY lulusan terbaik kedua setelah seorang perwira asal Australia.

Saat menjabat Komandan Korem 073/Pamungkas berkedudukan di Yogyakarta berpangkat kolonel, SBY kembali disuruh menginjakkan kaki ke daratan Eropa. SBY memimpin misi Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (Chief Military Obsever) di Bosnia, sepanjang tahun 1995-1996, membawahi langsung 650 perwira berpangkat kapten hingga kolonel asal 29 negara. Sebelum berangkat ke pundak SBY disematkan tanda pangkat jenderal bintang satu.

Saat bertugas di Bosnia-Herzegovina SBY berkesempatan menjalin hubungan pribadi yang cukup baik dengan Kofi Annan, seorang warga negara Nigeria diplomat karir PBB berkedudukan sebagai special envoy Sekjen PBB Butros Butros Gali. Annan sekaligus menjabat Head of Mission untuk masalah Bosnia. Beberapa tahun kemudian Kofi Annan terpilih menjadi Sekjen PBB menjadikan persahabatan pribadi yang akrab antara SBY dengan Annan menjadi sangat bermakna bagi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Pada Oktober 1999 sebagai Kaster TNI jenderal berbintang tiga SBY diminta presiden terpilih Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben). SBY galau. Sebelum pidato pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie ditolak oleh anggota MPR, Menhankam/Panglima TNI Jenderal Wiranto pernah memanggil SBY bersama Wakil Panglima TNI Laksamana Widodo di kediaman Wiranto, Bambu Apus, Jakarta Timur.

Saat itu Wiranto merekomendasikan Laksamana Widodo menggantikan dirinya sebagai Panglima TNI, dan SBY diproyeksikan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal Subagyo HS. Sebagai prajurit profesional SBY bangga jika dipercaya menduduki jabatan tertinggi di angkatan darat. SBY ingin bisa menyelesaikan tugas secara paripurna sebagai prajurit profesional di lingkungan TNI. SBY yakin dapat berbuat banyak bagi kemajuan Angkatan Darat dalam kapasitas KSAD.

Jika Presiden Gus Dur memintanya menjadi Mentamben berarti harus pensiun lima tahun lebih cepat dari kemiliteran. SBY lalu menemui Wiranto, pimpinannya, agar bisa mengusahakan Presiden Gus Dur mengurungkan niatnya. SBY masih ingin tetap berdinas di TNI dan tak usah menjadi menteri.

SBY menemui Wiranto sebab teringat, saat Presiden Soeharto hendak membentuk Kabinet Pembangunan VII Maret 1998 Pak Harto menominasikan nama SBY sebagai Menteri Penerangan. Demikian pula tatkala Habibie naik menggantikan Pak Harto nama SBY sempat mencuat sebagai Menteri Dalam Negeri. Ketika itu SBY menghadap Wiranto meminta Panglima TNI itu menyampaikan keinginannya kepada Presiden Habibie agar diberi kesempatan tetap mengabdi di militer, dan ternyata bisa terkabul.

Kali ini dengan Gus Dur agaknya berbeda. SBY tetap galau. Dia lalu menelepon R. Soekotjo, ayahnya, meminta nasihat. Ayahnya menyarankan menerima jabatan sebab mengabdi bukan hanya di militer tetapi bisa pula di sektor lain. SBY lalu tenang menerima tugas baru sebagai Mentamben. Pensiun dini dari dinas militer dengan pangkat terakhir letnan jenderal. Walau, sesungguhnya SBY sebagai prajurit profesional diperkirakan akan bisa meraih jenderal penuh bintang empat sebab sangat berpeluang menjabat KSAD hingga Panglima TNI. Dan, itu sesungguhnya sesuai dengan skenario yang ada di tangan petinggi TNI.

SBY tak perlu lama memangku Mentamben. Dia dipromosikan menjadi Menko Polsoskam menggantikan pejabat lama Wiranto yang mengundurkan diri sebab berseteru dengan Gus Dur. SBY menjadi Menko Polsoskam saat Presiden sedang “dihujani” oleh DPR peringatan Memorandum I dan Memorandum II terkait kasus Buloggate dan Bruneigate. Peringatan itu hendak dibalas oleh Gus Dur dengan dekrit berisi pembubaran DPR dan segera melaksakan pemilihan umum.

Sebagai prajurit sejati SBY tak setuju dan menolak pemberlakuan dekrit. Sebab tak ada alasan konstitusional yang kuat memberlakukannya, sebagaimana dahulu pernah dilakukan Bung Karno tahun 1957. Presiden Gus Dur akhirnya pada 28 Mei 2001 mengeluarkan Maklumat Presiden. Pemegang mandat maklumat adalah Menko Polsoskam SBY.

Isi maklumat, perintah mengambil tindakan-tindakan dan langkah khusus yang diperlukan untuk menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya. Maklumat sempat diisukan adalah ulangan Supersemar Jilid II. SBY diperkirakan akan segera melaksanakan langkah-langkah represif memburu dan menggebuk semua lawan politik Gus Dur. Maklumat ditengarai adalah pintu masuk TNI ke panggung politik nasional.

SBY menepis semua tuduhan. Usai menerima maklumat SBY segera menemui Wakil Presiden Megawati ke Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Dia menjelaskan posisinya sebagai pemegang maklumat. Di tangan SBY maklumat dibuat bukan sebagai alat kekuasaan melainkan menjadi alat demokrasi agar proses politik berjalan secara konstitusional, damai, dan tanpa kekerasan.

Pada sisi lain, tanggal 30 Mei 2001 DPR sedang melakukan sidang pleno evaluasi pelaksanaan Memorandum II. Kesimpulan DPR memutuskan, mendesak MPR segera menyelenggarakan Sidang Istimewa. Gus Dur pada 1 Juni 2001 meminta SBY mengundurkan diri dari jabatan Menko Polsoskam sekaligus menawarkan jabatan baru Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. SBY menolak tawaran dengan santun. Dia berhenti sebagai menteri dan menyerahkan tugas kepada Agum Gumelar.

Gus Dur akhirnya lengser digantikan wakilnya Megawati Soekarnoputri. Mega kemudian meminta SBY untuk ikut membantu sebagai Menko Polkam. Tugas baru tapi lama sebagai Menko Polkam kembali membuat SBY sibuk dengan urusan pengamanan.

SBY menjalankan prinsip jalan damai (peacefull solution) dalam mengatasi masalah Aceh, yang didasarkan tiga prinsip dasar: damai berdasarkan NKRI, damai berdasarkan otonomi khusus yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus, dan damai dengan berhentinya separatisme.

Karena Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tetap menuntut pemisahan diri, Pemerintah dan DPR sepakat melakukan operasi terpadu. Mulai operasi kemanusiaan, operasi pemantapan pemerintahan, operasi penegakan hukum, dan operasi pemulihan keamanan. Operasi terpadu telah menciptakan ketenangan baru di Aceh. Situasi darurat militer diturunkan gradasinya menjadi darurat sipil.

Timor Timur masih menyisakan persoalan. Kawasan Atambua salah satu kamp pengungsi prointegrasi dilanda kerusuhan. SBY segera mendatangi pengungsian dan bersimpati terhadap pengungsi. Dia meminta dukungan dari para tokoh prointegrasi.

SBY juga tetap menaruh perhatian terhadap Maluku. Pemerintah bertekad menegakkan supremasi hukum secara damai menuju rekonsiliasi. SBY mengedepankan dialog mencari solusi terbaik. Sejak pertemuan Malino II aktivitas ekonomi masyarakat Maluku mulai berjalan normal. Sejak 17 Mei 2003 Presiden Megawati mencabut status darurat sipil di Maluku.

Poso di Sulawesi Tengah berkonflik membuat kota ini mati. Roda pemerintahan terganggu masyarakat hidup dalam suasana nyanyian kematian. Sebuah pekerjaan berat buat SBY. SBY bersama Menko Kesra Jusuf Kalla bahu-membahu kerja siang malam mencari jalan keluar yang dapat diterima semua pihak. Kesepakatan Malino untuk Poso ditandatangani. Isinya laksanakan rehabilitasi fisik dan mental, rekonstruksi, dan relokasi oleh pemerintah.

Menghadapi isu terorisme SBY menggariskan penanganan berdasarkan prinsip supremasi hukum, independensi, indiskriminasi, koordinasi, demokrasi, dan partisipasi. Prinsip ini telah efektif mencegah aksi teror yang sempat merajalela pasca kejatuhan Pak Harto.

Pengelolaan politik dan keamanan di bawah koordinasi SBY dalam Kabinet Persastuan Nasional pimpinan Gus Dur, dan Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati, sangat signifikan menciptakan stabilitas politik dan keamanan. Kerusuhan sosial yang terjadi luar biasa selama tiga tahun sebelumnya, belakangan secara berangsur memasuki kondisi normal. Sebuah ukuran, keberhasilan penanganan masalah politik dan keamanan di tangan SBY. ►ht

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Profil Susilo Bambang Yudhoyono (2)



Profil Susilo Bambang Yudhoyono (2)
Pilihan Suara Rakyat


Pilihan suara hati nurani rakyat akhirnya terbukti. Sebagian rakyat Indonesia, pada Pilpres putaran pertama, mempercayakan pilihannya kepada pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Paduan figur pasangan ini menawarkan program memberikan rasa aman, adil, dan sejahtera kepada rakyat, telah memikat hati para pemilih kepada keduanya.

Pasangan itu kini siap-siap memasuki putaran terakhir pemilihan presiden, 20 September 2004. Siapakah sesungguhnya Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat diidolakan rakyat dan mengapa pasangan itu berjodoh?

SBY, demikian ia akrab disapa. Gaya bicaranya tenang, sistematis, dan berwibawa. Kata-katanya jelas mencerminkan wawasan berpikirnya yang luas. Pantas saja para pengamat politik memberinya julukan: Jenderal yang Berpikir. Ia pun mendirikan Partai Demokrat yang kemudian memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2004 dan menghantarkannya menjadi calon presiden.

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kabinet Gotong-Royong ini mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa tidak dipercaya lagi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Surat permintaan pengunduran dirinya dikirim kepada Presiden, Kamis 11 Maret 2004 pagi, setelah sebelumnya ia menyurati presiden, mempersoalkan kewenangannya yang "dipreteli", tapi tidak ditanggapi oleh Megawati.

Pengunduran diri pria kelahiran Pacitan 9 September 1949 itu dilakukan setelah dua minggu kemelut politik terbuka dengan Megawati. Keputusan mundur dari kabinet itu tampaknya merupakan pemanasan dari kemelut panjang dalam kancah perebutan kekuasaan.

Yudhoyono, yang makin populer lewat iklan pemilu damainya di televisi, tampaknya telah memicu kemelut yang mengakibatkan orang-orang Megawati gerah.

Ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya, SBY mengatakan, "Sesuai dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia." Berarti, ia siap bersaing dengan Megawati untuk merebut kursi kepresidenan di Pemilu 2004 ini.

Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur maupun bertindak. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo itu.

Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah mengangkat popularitasnya yang tercermin dalam perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2004 yang sangat signifikan, menduduki peringkat lima.

Ketika mantan Kepala Staf Teritorial Markas Besar Tentara Nasional Indonesia ini tanggal 27 Januari 2000 memutuskan untuk pensiun lebih dini ketika menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.

Kemudian pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban, dan hukum.

Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri, ia menolaknya.

Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati Sukarnoputeri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung. Ia kalah dengan alasan sederhana, tidak mempunyai kendaraan politik berupa partai.

Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003.

Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menimangnya menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian, Partai Demokrat menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden.

Lalu iklan damainya muncul di berbagai stasiun televisi. Ia pun menjawab pertanyaan wartawan yang menannyakan soal tidak dilibatkannya dia dalam beberapa kegiatan kabinet yang menyangkut masalah politik dan keamanan. Akibatnya, suami Presiden Megawati, Taufiq Kiemas menyebutnya kekanak-kanakan karena dinilai melapor kepada wartawan bukan kepada presiden (1/3/2004).

Dalam pada itu, dua kali rapat koordinasi bidang Polkam batal dilakukan karena ketidakhadiran para menteri terkait. Lalu pada 9 Maret 2004, dia pun menyurati Presiden Megawati mempertanyakan kewenangannya sekaligus minta waktu bertemu. Namun, Presiden tidak menjawab surat itu. Mensesneg Bambang Kusowo kepada pers mengatakan tidak seharusnya seorang menteri (pembantu presiden) mesti membuat surat meminta bertemu dengan presiden. Dia pun diundang menghadiri rapat menteri terbatas.

Tapi, merasa suratnya tak ditanggapi lalu pada 11 Maret 2004, ia memilih mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam karena merasa kewenangannya sebagai Menko Polkam telah diambil-alih oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Lalu, malam harinya, di sebuah hotel, ia bertemu Abdurrahman Wahid yang diisukan sudah sejak beberapa waktu menimangnya menjadi calon presiden dari PKB.

Langkah pengunduran diri ini dinilai berbagai pihak membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan menghantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional. Berbagai hasil polling memang selalu menempatkannya pada posisi terbaik, baik sebagai calon presiden apalagi sebagai calon wakil presiden. Polling TokohIndonesia DotCom, misalnya, ketika itu menempatkannya sebagai calon wakil presiden yang paling puncak.

Hasil jajak pendapat yang diselenggarakan Centre for Political Studies-Soegeng Sarjadi Syndicated, yang diumumkan Selasa 30/7/2002, nama Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono menduduki urutan teratas (15,5 persen) untuk menjadi wakil presiden berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri (presiden) dan urutan kelima (5,4 persen) berpasangan dengan Amien Rais. Jajak pendapat ini melibatkan 4.133 responden yang rata-rata terpelajar di kota Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Medan dan Makassar,

Penampilan yang tenang dan berwibawa serta tutur kata yang bermakna dan sistematis telah mengantarkan SBY pada posisi yang patut sangat diperhitungkan dalam peta kepemimpinan nasional. Penampilan publiknya mulai menonjol sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).

Ketika reformasi mulai bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal reformasi itu TNI dihujat habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta institusinya. "Penghujatan terhadap TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan peran ABRI waktu itu," katanya.

Banyak orang mulai tertarik pada sosok militer yang satu ini. Pada saat institusi TNI dan oknum-oknum militernya dibenci dan dihujat, sosok SBY malah mencuat bagai butiran permata di atas lumpur. Siapa sesungguhnya SBY di masa sebelum ini?

Ia yang pada masa kecil dan remajanya adalah penulis puisi, cerpen, pemain teater, dan pemain band. Pria tegap kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9 September 1949 ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis, bermain peran dalam teater dan wayang orang. Beberapa karya puisi dan cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan hingga tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali masih juga menulis puisi.

Disamping kesenian, ia juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia senang travelling, baik jalan kaki, bersepeda, atau berkendaraan. Sedangkan olah raga bela diri hingga saat ini masih aktif dilakukan.

Ia juga seorang penganut agama Islam yang taat. Darah prajurit Bapak berputra dua ini menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai Letnan. Tekadnya sebagai prajurit kian kental saat kelas V SD (1961) berkunjung ke AMN di kampus Lembah Tidar Magelang. "Saya tertarik dengan kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata," kenang SBY.

Pendidikan militernya dimulai di Akademi Militer Nasional (1970-1973). Ia adalah lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan Adi Makayasa. Pendidikan militernya dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976), Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983) dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983), Anti Tank Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung (1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster University AS.

Dalam meniti karir, SBY sangat mengidolakan Sarwo Edhie Wibowo yang tidak lain adalah mertuanya sendiri. Dalam pandangannya, Sarwo Edhie adalah seorang prajurit sejati. Jiwa dan logika kemiliterannya amat kuat. Selain belajar strategi, taktik, dan kepemimpinan militer, mertuanya itu amat sederhana dalam hidup dan teguh dalam memegang prinsip-prinsip yang diyakini.

Tugas terberatnya sebagai Menko Polkam adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia bahwa keamanan di Indonesia dapat diwujudkan. Faktor keamanan inilah yang sering dijadikan investor asing untuk membatalkan rencana investasinya di Indonesia. Sedangkan dari dalam negeri, masyarakat sering kali merasa was-was dengan berbagai gangguan seperti teror bom yang kerap terjadi.

Persoalan lainnya adalah, upaya menghentikan pertikaian di daerah konflik, yang secara perlahan memperlihatkan kemajuan. Namun, karena besarnya masalah yang dihadapi, keberhasilan tugasnya itu sering tidak ditanggapi serius. Masih banyak pekerjaan besar menunggu untuk segera diselesaikan.

Menghadapi tugas berat, ternyata menjadi bagian sejarah hidup SBY yang sebelum menjadi menteri sempat diprediksi bakal menjadi orang nomor satu di lingkungan militer. Ketika Presiden KH Abdurrahman Wahid berkuasa, ia sempat diberi tugas untuk melobi keluarga mantan Presiden Soeharto. Maksud langkah persuasif yang dilakukannya itu agar Keluarga Cendana bersedia memberikan sebagian hartanya kepada rakyat dan bangsa. Khususnya untuk membawa pulang harta keluarga Soeharto yang diperkirakan masih tersimpan di luar negeri. Padahal saat itu masyarakat tengah menunggu dengan seksama hasil peradilan orang kuat Orde Baru tersebut.

Presiden Wahid pada awal tahun 2001 pernah memintanya untuk membentuk Crisis Centre. Dalam lembaga nonstruktural ini Presiden Wahid meminta Yudhoyono menjabat sebagai Ketua Harian dan menempatkan pusat informasi atau kegiatan (operation centre) di kantor Menko Polsoskam. Lembaga baru ini berfungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden Wahid dalam menjawab berbagai persoalan. Termasuk di antaranya sikap Kepala Negara dalam merespon pemberian dua memorandum oleh DPR.

Walau berulang kali menerima kepercayaan bukan berarti Yudhoyono ‘lembek’ dalam menghadapi Presiden Wahid. Ketika terdengar kabar Presiden Wahid ngotot akan menerbitkan dekrit pembubaran DPR, maka, bersama Panglima TNI Laksamana Widodo A.S. dan jajaran petinggi TNI lainnya menantu mendiang Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo ini meminta Gus Presiden mengurungkan niatnya.

Siapa nyana, setelah batal menerbitkan dekrit, Presiden Wahid malah mengeluarkan maklumat. Di sini pun Yudhoyono lagi-lagi mendapat ujian karena Kepala Negara menunjuknya sebagai pejabat yang bertanggung jawab untuk menegakkan keamanan dan ketertiban di Indonesia dalam menghadapi Sidang Paripurna yang dikhawatirkan banyak pihak bakal menimbulkan konflik di masyarakat. Tak lama setelah itu, Gus Dur malah melengserkan jabatan SBY. Dalam Sidang Istimewa MPR, giliran Gus Dur yang diturunkan dari kursi presiden dan digantikan Megawati. ►ht

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)