Minggu, 31 Oktober 2010

Asyik Minum, Belalai Gajah Digigit Buaya



Asyik Minum, Belalai Gajah Digigit Buaya

Harian Kompas, Jakarta
Kompas - Jumat, 29 Oktober
http://id.news.yahoo.com/kmps/20101029/twl-asyik-minum

KOMPAS.com — Selama ini sering terdengar betapa ganasnya macan atau singa Afrika memburu mangsa, seperti kuda, sapi, banteng, kerbau, dan rusa. Atau buaya yang mengintai hewan-hewan sedang minum dekat rawa persembunyiannya.

Tetapi, ada kejadian langka yang tertangkap kamera fotografer amatir bernama Johan Opperman (38) ketika mengunjungi Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan. Foto ini dipublikaskan harian The Sun, 28 Oktober 2010.

Dalam foto itu tampak anak gajah sedang asyik meminum air rawa dengan belalainya. Tiba-tiba, muncul buaya besar dari dalam rawa dan langsung menjepit belalai itu dengan gerahamnya yang kuat dan bergigi tajam.

Tarik-menarik antara anak gajah dan buaya berlangsung beberapa saat. Anak gajah pun memiliki tenaga kuat sehingga mampu menarik buaya itu hingga ke daratan batas rawa.

Anak gajah meraung memanggil keluarganya dan tak berapa lama rombongan gajah datang membantu.

Para gajah itu berusaha menyelamatkan anak dengan meraung dan kakinya menginjak badan buaya. Adegan ini mirip seperti pertarungan antara gajah dan buaya.

Karena buaya dikeroyok kawanan gajah dan nyawanya terancam, akhirnya mangsa yang sudah di depan mata itu pun dilepaskannya.

Johan mengatakan, kejadian itu di siang hari dan tidak biasanya buaya berani main-main dengan hewan raksasa ini. Sudah bisa ditebak, buaya gagal makan siang. "Saya anggap ini hal sangat langka dan, setahu saya, buaya tidak biasanya mencoba untuk menangkap gajah," ujar Johan. (Widodo)



[Blog http://pedomanrakyat.blogspot.com/ berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Konfercab PWI Sulsel Berakhir Pukul 03.30 Wita

Konfercab PWI Sulsel Berakhir Pukul 03.30 Wita
- Laporan Pertanggungjawaban Nyaris Ditolak


Oleh Asnawin
Makassar, 31 Oktober 2010.

Konferensi Cabang (Konfercab) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Selatan yang dibuka Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Sabtu, 30 Oktober 2010 sekitar pukul 10.00 Wita dan dihadiri Ketua PWI Pusat Margiono, serta sekitar 500 peserta dan panitia, dijadwalkan berakhir sekitar pukul 18.00 Wita, tetapi ternyata molor dan terpaksa baru berakhir pada Ahad, 31 Oktober 2010, sekitar pukul 03.30 Wita.

Dengan demikian, Konfercab PWI Sulsel berlangsung selama 17 jam dan 30 menit. Molornya pelaksanaan Konfercab tersebut disebabkan alotnya pembahasan tata tertib Konfercab dan laporan pertanggungjawaban pengurus PWI Sulsel periode 2006-2010.

Pembahasan tata tertib yang dipimpin panitia pengarah (steering committe) HL Arumahi, Nurhayana Kamar, dan Asnawin berlangsung hingga tiga jam lebih, mulai pukul 13.30 Wita sampai dengan pukul 16.30 Wita.

Selanjutnya, sidang untuk mendengarkan Laporan Pertanggungjawaban (LPj) pengurus yang dipimpin Asnawin, dibacakan berturut-turut oleh Ketua PWI Sulsel Zulkifli Gani Ottoh, Wakil Ketua Bidang Organisasi HL Arumahi, Wakil Ketua Bidang Pendidikan Hasan Kuba, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan Andi Syahrir Makkuradde, Wakil Ketua Bidang Kesejahteraan Andi Pasamangi Wawo, Bendahara Nurhayana Kamar, Ketua Seksi Wartawan Olahraga (SIWO) Piet Heriyadi Sanggelorang, dan Tim Verifikasi Keuangan Mufti Hendrawan.

Setelah pembacaan LPj, beberapa peserta sidang langsung berdiri untuk mengajukan pertanyaan, tetapi hampir semua pertanyaan hanya seputar pertanggungjawaban keuangan.

Para peserta Konfercab antara lain mempertanyakan tidak adanya dalam laporan keuangan mengenai sewa gedung serbaguna PWI Sulsel, sewa Wisma PWI, hasil sewa Press Club yang hanya sekitar Rp 1 juta pertahun dalam dua tahun terakhir, laporan keuangan Porwarda PWI Sulsel di Maros 2009, laporan keuangan Porwanas di Palembang 2010, serta terteranya beberapa nama yang disebutkan berutang kepada PWI Sulsel.

Sekretaris Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Sulsel Burhanuddin Amin yang memakai jas dan songkok hitam, bahkan langsung melakukan interupsi setelah namanya disebut berutang sebesar Rp 1,2 juta kepada bendahara PWI Sulsel.

''Ini adalah upaya pembunuhan karakter kepada saya. Kalau memang saya berutang saya akan bayar sekarang, tetapi saya perlu luruskan bahwa ketika itu saya meminta uang kepada bendahara karena disuruh oleh Pak Ancu (H Syamsu Nur) selaku Ketua DKD PWI Sulsel, jadi bukan saya yang berutang dan harus mempertanggungjawabkannya melainkan Pak Ancu,'' kata Burhanuddin sambil berjalan ke depan podium pimpinan sidang didampingi sejumlah peserta yang juga langsung mengeluarkan uang lalu menyerahkannya kepada bendahara PWI Sulsel Nurhayana Kamar.

Suasana sidang kemudian menjadi gaduh oleh teriakan beberapa peserta yang memaki bendahara PWI Sulsel dan Ketua PWI Sulsel. Setelah pimpinan sidang meminta peserta tenang dan duduk kembali di kursi masing-masing, sidang kemudian diskorsing selama satu jam karena sudah memasuki waktu salat magrib.

Beberapa saat setelah sidang dilanjutkan, sejumlah peserta kembali mempertanyakan masalah laporan keuangan pengurus PWI Sulsel periode 2006-2010 dan suasana kembali menjadi gaduh. Beberapa peserta bahkan meminta agar LPj pengurus ditolak oleh peserta Konfercab, karena dianggap gagal menunjukkan kinerja yang baik.

Suasana lagi-lagi menjadi gaduh setelah HL Arumahi yang diserahi kembali palu sidang, menawarkan kepada peserta Konfercab agar laporan LPj pengurus diterima dengan beberapa catatan. Mendengar tawaran tersebut, sejumlah peserta langsung mengacungkan tangan dan beberapa di antara mereka mengatakan LPj harus ditolak, karena banyak item dalam laporan keuangan yang tidak jelas.

Dalam suasana gaduh itu dan atas usul peserta Konfercab, utusan PWI Pusat Atal Depari kemudian memberikan wejangan yang cukup panjang dan akhirnya LPj dapat diterima dengan beberapa catatan yang menjadi tugas pengurus lama untuk disampaikan kepada pengurus baru.

Pemilihan yang Melelahkan

Setelah Lpj pengurus PWI Sulsel periode 2006-2010 diterima, pimpinan sidang kemudian diserahkan oleh panitia pengarah kepada utusan PWI Pusat untuk memilih lima pimpinan sidang pemilihan pengurus PWI Sulsel periode 2010-2015 dan pemilihan pengurus DKD PWI Sulsel periode 2010-2015.

Dalam memilih pimpinan sidang tersebut, kembali terjadi kegaduhan. Sejumlah peserta mengajukan beberapa nama untuk mendampingi utusan PWI Pusat, antara lain Ketua PWI Perwakilan Parepare Ibrahim Manisi, Nur Syamsu Sultan (Kepala Stasiun TVRI Sulsel) mewakili unsur media elektronik, Andi Tenri mewakili unsur gender (perempuan), serta Lutfi Qadir, Nurzaman Razak, dan Anwar Sanusi mewakili peserta Konfercab.

Ketika nama Lutfi Qadir disebutkan, pimpinan sidang Atal Depari langsung mengetuk palu, tetapi sejumlah peserta sidang lainnya langsung melakukan protes, karena Lutfi Qadir adalah pengurus harian DPD I Golkar Sulsel. Tetapi peserta lain mengatakan palu yang sudah diketuk oleh pimpinan sidang tidak bisa lagi ditarik.

Melihat suasana yang gaduh itu, Kepala Stasiun TVRI Sulsel Nur Syamsu Sultan langsung berdiri dan menyatakan mengundurkan diri sebagai calon pimpinan sidang. Dalam suasana yang masih agak gaduh itu, Ibrahim Manisi, Andi Tenri, dan Nurzaman Razak, sudah langsung naik ke kursi pimpinan sidang mendampingi Atal Depari.

Dengan demikian, sisa satu calon pimpinan sidang yang diperebutkan. Tarik menarik kembali terjadi untuk calon pimpinan sidang kelima antara Lutfi Qadir atau Anwar Sanusi, tetapi setelah pimpinan sidang diingatkan bahwa dirinya telah mengetuk palu ketika nama Lutfi Qadir disebutkan, maka pimpinan sidang terpaksa memutuskan bahwa Lutfi Qadir ditetapkan sebagai salah satu di antara lima pimpinan sidang.

Setelah itu pimpinan sidang kembali membacakan tata tertib pemilihan Ketua PWI Cabang dan pemilihan Ketua DKD PWI Cabang, yaitu setiap peserta (Anggota Biasa PWI) akan diberi dua lembar kertas suara, masing-masing berwarna putih untuk pemilihan Ketua PWI Cabang dan kertas berwarna merah untuk pemilihan Ketua DKD PWI Cabang.

Untuk pemilihan Ketua PWI, para peserta berhak menulis di kertas putih sebanyak-banyaknya tiga nama, sedangkan untuk pemilihan calon Ketua DKD, para peserta hanya diperbolehkan menulis satu nama.

Pemilihan yang diikuti 440 peserta itu dimulai sekitar pukul 21.30 Wita dan baru berakhir sekitar pukul 01.35 Wita, sedangkan perhitungan suara berlangsung sekitar 90 menit.

''Ini betul-betul pemilihan yang melelahkan,'' kata Nurdin Mangkana, salah seorang wartawan senior yang juga mantan anggota DPRD Sulsel dari Partai Golkar.

Zugito dan Ronald

Hasil perhitungan suara calon Ketua PWI Sulsel periode 2010-2015, yaitu Zulkifli Gani Ottoh (Fajar Group) memperoleh 271 suara, disusul Burhanuddin Amin (pemilik group media Indonesia Pos) 222 suara, Mappiar (Fajar Group) 218 suara, Hasan Kuba (Tabloid Lintas) 207 suara, Burhanuddin Mampo (RRI) 206 suara, dan Syafruddin Tang (SKU Pedoman) 202 suara. Masih ada beberapa nama lain yang mendapatkan suara, tetapi jumlahnya tidak signifikan.

Sementara hasil perhitungan suara calon Ketua DKD PWI Sulsel periode 2010-2015, Ronald Ngantung (harian Tribun Timur) 234 suara dan HL Arumahi 165 suara. Beberapa nama lain juga mendapatkan suara, tetapi jumlahnya tidak signifikan.

Sebenarnya pemilihan Ketua PWI Cabang Sulsel masih bisa dilanjutkan ke putaran kedua, karena ada dua nama yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen, yakni Zulkifli Gani Ottoh (Zugito) dan Burhanuddin Amin, tetapi para pendukung Burhanuddin Amin tidak mempersoalkannya, sehingga Zulkifli Gani Ottoh kemudian ditetapkan sebagai Ketua PWI Sulsel periode 2010-2015 dan Ronald Ngantung sebagai Ketua DKD PWI Sulsel periode 2010-2015. Setelah menerima ucapan selamat dari sejumlah peserta sidang, Zulkifli kemudian mendatangi Burhanuddin Amin dan mereka bersalaman lalu berpelukan.

Beberapa saat kemudian, Zulkifli didampingi dua formatur dan Ronald Ngantung mengadakan rapat formatur selama sekitar tujuh menit. Setelah itu, Zulkifli mengumumkan pengurus harian yakni dirinya tetap didampingi oleh Mappiar selaku sekretaris dan Nurhayana Kamar sebagai bendahara.

Zulkifli juga mengumumkan bahwa Ronald Ngantung sebagai Ketua DKD didampingi oleh Andi Pasamangi Wawo sebagai sekretaris merangkap anggota, Yonathan Mandiangan, Piet Heriyadi Sanggeloran, dan Andi Syahrir Makkuradde.

HL Arumahi ditempatkan sebagai salah seorang Penasehat PWI Sulsel bersama sejumlah nama lainnya yang secara keseluruhan berjumlah 11 orang dan dipimpin oleh H Syamsu Nur.


[Blog http://pedomanrakyat.blogspot.com/ berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Sabtu, 30 Oktober 2010

Serba-serbi Safari Jurnalistik PWI-Pemprov Sulsel (2-habis)



RUJAB BUPATI. Rombongan Safari Jurnalistik PWI - Pemprov Sulsel diterima di Rumah Jabatan Bupati Tana Toraja. Safari Jurnalistik tersebut untuk memantau pelaksanaan Pendidikan dan Kesehatan Gratis pada beberapa kabupaten dan kota se-Sulsel. (Arsip foto Ani Hasan)

Jumat, 29 Oktober 2010

Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel (3-habis)

Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel (3-habis):
Bupati pun Digratiskan

Dari Palopo, rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja.

Di Makale Tana Toraja, rombongan makan malam dan berdialog dengan pemerintah setempat di rumah jabatan bupati. Dialog yang dihadiri beberapa pejabat dibuka oleh Sekkab Tana Toraja Enos Karoma, selanjutnya dipandu oleh Ketua PWI Sulsel.

Kadis Kesehatan Tana Toraja dr Zadrak Tombeg Sp.A, mengatakan pihaknya telah memerintahkan agar setiap ada pasien yang datang berobat harus segera dilayani, meskipun pasien tersebut tidak membawa identitas.

‘’Saya tidak peduli ada KTP atau tidak, kalau ada pasien yang datang berobat layani dulu, KTP belakangan. Semuanya gratis, bahkan bupati pun digratiskan kalau berobat dan mau tidur di kelas tiga,’’ katanya.

Plt Kadis Pendidikan Tana Toraja Yohanis Titting SPd MMin, mengungkapkan bahwa untuk melayani pendidikan gratis di daerah pelosok, pihaknya telah membangun Sekolah Satu Atap SD dan SMP di daerah terpencil.

‘’Mudah-mudahan tahun depan bisa ditingkatkan menjadi satu atap SD, SMP, dan SMA,’’ kata Yohanis.

Usai pertemuan dan dialog dengan Pemkab Tana Toraja, rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel langsung menuju ke Rantepao Toraja Utara untuk berdialog dengan pemerintah setempat.

Dialog dilangsungkan di penginapan dan restoran Toraja Lodge mulai pukul 22.00 Wita sampai pukul 23.30 Wita yang dipimpin Sekkab Toraja Utara Lewaran Rantelabi, didampingi Kadis Pendidikan Gagah Sumule, Kadis Kesehatan dr Henderik Kala' Timang, serta dua Asisten Sekda.

‘’Program pendidikan dan kesehatan gratis pada tahun 2009, Toraja Utara masih berada di bawah koordinasi Tana Toraja. Barulah pada tahun 2010 ini kami melaksanakannya secara mandiri,’’ ungkap Lewaran.

Dia menambahkan, saat ini pihaknya belum bisa mengukur kinerja SKPD, termasuk program pendidikan dan kesehatan gratis, tetapi Pemkab Toraja Utara berupaya membuat evaluasi kinerja pada akhir 2010.

Kadis Kesehatan Henderik Kala’ Timang mengatakan Toraja Utara kini memiliki 22 Puskesmas, 24 Puskesmas Pembantu (Pustu), serta 34 Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes).
‘’Saat ini sedang dibangun 12 Puskesdes tambahan,’’ ungkapnya.

Jumat malam, 8 Oktober 2010, rombongan Safari Jurnalistik menginap di penginapan dan restoran Toraja Lodge. Keesokan harinya, perjalanan dilanjutkan ke Kabupaten Enrekang. Rombongan diterima oleh Sekretaris Kabupaten Enrekang M Amiruddin bersama beberapa pejabat terkait dan dialog dilangsungkan di Ruang Pola Kantor Bupati Enrekang.

Dalam dialog tersebut, Amiruddin mengatakan bahwa Pemkab Enrekang sudah melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis beberapa tahun (2004) sebelum dicanangkan oleh Pemprov Sulsel. Untuk pendidikan gratis, Pemkab Enrekang bukan hanya menggratiskan pendidikan pada jenjang SD dan SLTP, melainkan juga jenjang SLTA.

Di bidang kesehatan, Pemkab Enrekang juga membuat program pelayanan gratis kepada masyarakatnya, mulai lahir sampai meninggal dunia. Sejak adanya program tersebut, maka jumlah warga Enrekang yang dilaporkan meninggal dunia jauh lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kadis Kesehatan Enrekang Arfah Rauf mengatakan, di Enrekang juga ada desa percontohan kawasan bebas asap rokok, yaitu Desa Bone-bone, Kecamatan Anggeraja.

Di bidang pendidikan, timpal Kadis Pendidikan Arfah Rauf, bukan hanya pendidikan dasar yang digratiskan, Pemkab Enrekang juga memberikan bantuan beasiswa kepada guru-guru yang ingin melanjutkan kuliah ke jenjang sarjana. Selain itu, pemerintah setempat juga membuat program buku bersubsidi untuk memudahkan para pelajar memiliki buku-buku paket mata pelajaran.

Namun sehubungan dengan program pendidikan dan gratis yang dicanangkan oleh Pemprov sulsel sejak 2008, Pemkab Enrekang berharap pembagian atau struktur anggarannya ditinjau ulang. Kalau selama ini pembagian dananya 40% dari APBD I Sulsel dan 60% disiapkan oleh APBD II Enrekang, pihaknya berharap dibalik menjadi 60:40 atau 50:50.

‘’Kami menyambut baik program pendidikan dan kesehatan gratis ini, tetapi perlu ada penyempurnaan, terutama dalam perhitungan biaya, sehingga program ini dapat berjalan sebagaimana mestinya,’’ tutur Amiruddin.

Seusai berdialog dengan Pemkab Enrekang, rombongan Safari Jurnalistik PWI-Pemprov Sulsel melanjutkan perjalanan ke Kota Parepare, tetapi di kota tersebut rombongan hanya mandi sore dan ganti baju. Seusai salat magrib, rombongan berangkat ke Pinrang untuk berdialog dengan pemerintah setempat.

Rombongan diterima di Ruang Pola Kantor Bupati Pinrang oleh Sekretaris Kabupaten Drs H Syarifuddin Side SH MH MSi bersama beberapa pejabat terkait. Acara didahului makan malam, sebelum pemaparan program dan realisasi pelaksanaan pendidikan dan kesehatan gratis di Pinrang.

Kadis Kesehatan Pinrang dr H Rusman Achmad MKes mengatakan, semua penduduk Pinrang bebas berobat di Puskesmas atau di kelas tiga rumah sakit umum jika memiliki Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pinrang.

‘’Tetapi kalau KTP-nya baru berusia dua hari, kami telusuri dulu. Jangan sampai orangnya dari provinsi lain yang hanya datang ke Pinrang untuk menikmati pelayan kesehatan gratis, misalnya harus dioperasi, lalu setelah itu pulang lagi ke kampungnya,’’ ungkap Rusman.

Dia berharap tahun anggaran 2011 pembagian biaya kesehatan gratis dibalik menjadi 60% ditanggung oleh Pemprov Sulsel dan 40% ditanggung oleh Pemda Tk. II. Selain itu, ia mengusulkan agar Pemprov Sulsel membuat Perda khusus yang berlaku secara umum untuk semua RSUD se-Sulsel, terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang ditanggung oleh program kesehatan gratis.

Direktur RSUD Lasinrang Pinrang, drg St Hasnah, mengatakan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Pinrang tercatat sebanyak 345.911 jiwa. Dari jumlah tersebut, 240.550 jiwa terdaftar sebagai peserta Jamkesda, tetapibaru 112.000 lebih yang punya kartu.

Di Pinrang, katanya, terdapat 15 Puskesmas yang tersebar pada 12 kecamatan. Sampai dengan Juni 2010, sudah tercatat sebanyak 26.616 rawat jalan, 271 rawat inap, dan 214 persalinan.

‘’Estimasi biaya pengobatan gratis pada 2010 ini yaitu Rp 9,6 miliar,’’ sebut Hasnah.
Kadisdikpora Pinrang Andi Mappanyukki mengatakan, program pendidikan gratis di Pinrang memang hanya untuk siswa SD dan SMP, tetapi pemerintah mengalokasikan anggaran khusus untuk siswa SMA.

‘’Kami tidak memakai istilah pendidikan gratis, tetapi ada anggaran khusus dari Pemda,’’ ungkapnya.

Sekkab Pinrang Syarifuddin Side mengatakan realisasi program pendidikan dan kesehatan gratis di Pinrang di atas 100% persen, sehingga pemerintah setempat terpaksa menutupi kekurangan dananya melalui APBD perubahan pada tahun berjalan.

Tahun 2011, katanya, pihaknya akan bekerjasama dengan PT. Askes untuk program kesehatan gratis, sehingga Dinas Kesehatan bisa berkonsentrasi pada pelayanan kesehatan, sedangkan pengelolaan keuangan dan pertanggungjawabannya diserahkan kepada PT. Askes.

Tidak Tepat Sasaran

Keesokan harinya atau Ahad, 10 Oktober 2010, tepat pukul 08.30 Wita, rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel berdialog dengan Pemkot Parepare di rumah jabatan Walikota Parepare, dipimpin Sekretaris Kota Hatta Buroncong.

Yang menarik di Parepare adalah pemerintah setempat membantu pakaian seragam sekolah, pakaian olahraga, dan sepatu kepada siswa dari keluarga kurang mampu.

Kadis Pendidikan Parepare, Mustafa Mappangara, juga meminta agar Peraturan Gubernur Sulsel tentang program pendidikan gratis ditinjau ulang, karena program tersebut banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak jelas tujuan yang ingin dicapai.

Program pendidikan gratis juga diharapkan diimbangi dengan peningkatan mutu, terutama mutu proses belajar mengajar agar output atau luaran pendidikan formal benar-benar berkualitas.

‘’Untuk apa pendidikan gratis kalau outputnya tidak memuaskan dan anak-anak tidak lulus ujian nasional,’’ tutur Mustafa.

Mengenai pelayanan kesehatan gratis, Kadis Kesehatan Parepare dr Jamaluddin Sahil mengatakan, pihaknya telah memberikan instruksi agar mengutamakan pelayanan dibanding mempersoalkan kartu identitas.

‘’Kalau ada pasien yang datang berobat, layani dulu, kartu identitas belakangan. Kalau mereka tidak membawa kartu identitas, kita beri waktu dua kali 24 jam untuk mengurus dan menunjukkannya. Kalau mereka tidak mampu menunjukkan identitasnya sebagai penduduk Parepare, maka mereka akan dikenakan biaya sesuai aturan yang berlaku,’’ tutur Jamaluddin.

Seusai berdialog dengan Pemkot Parepare, rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Pangkep. Rombongan diterima Wakil Bupati Pangkep Drs Abdul Rahman Assegaf bersama beberapa pejabat terkait di ruang pertemuan objek wisata Dunia Fantasi, pada Ahad, 10 Oktober 2010, sekitar pukul 13.00 Wita.

‘’Tantangan kita dewasa ini adalah tantangan sosial, karena sudah terjadi euphoria gratis, tidak ada lagi yang mau dibayar oleh masyarakat. Maka tugas terberat kita sekarang adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tidak semua (pendidikan dan kesehatan) gratis dan juga tetap dibolehkan menyumbang atau berpartisipasi,’’ tutur Abdul Rahman Assegaf.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Bupati Maros Drs HA Harmil Matotorang MM saat menerima rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel, di ruang rapat Bupati Maros, Ahad, 10 Oktober 2010 sekitar pukul 17.00 Wita.

‘’Masyarakat menganggap seluruh pembiayaan sudah digratiskan, padahal tetap dibutuhkan partisipasi masyarakat,’’ kata Harmil.

Selain itu, Pemkab Maros juga meminta agar pembiayaan program pendidikan dan kesehatan gratis dibalik menjadi 60% ditanggung oleh Pemprov Sulsel dan 40% ditanggung oleh pemerintah kabupaten/kota. (asnawin)

Keterangan: Reportase ini dimuat di halaman 4-5 Tabloid ''Koran PWI'', edisi 15-30 Oktober 2010. Tabloid ''Koran PWI'' diterbitkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PW) Cabang Sulawesi Selatan.


[Blog http://pedomanrakyat.blogspot.com/ berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel (bagian-2)

Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel (bagian-2)
Pemkab Sinjai Klaim Pertama di Indonesia

Selanjutnya rombongan menuju Kabupaten Sinjai dengan melewati Kabupaten Bulukumba. Rombongan yang tiba di Sinjai sekitar pukul 20.00 Wita, diterima oleh Asisten II Drs H Mukhlis Isma MSi, didampingi beberapa pejabat terkait, di Rumah Makan Nikmat. Dialog berlangsung dalam suasana santai.

Pemkab Sinjai mengklaim bahwa mereka adalah kabupaten pertama di Indonesia yang melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis, yakni sejak tahun 2004. Aturan mengenai pelaksanaan program pendidikan gratis dituangkan dalam Perda No. 6 Tahun.

Berbeda dengan daerah lain, pelaksanaan kesehatan gratis di Sinjai dilaksanakan bekerja sama dengan PT. Askes, dengan premi Rp 10.000 per Kepala Keluarga dan berlaku untuk semua warga Sinjai, baik warga kurang mampu maupun pegawai negeri sipil, pejabat, dan pengusaha.

Menyinggung santernya pemberitaan mengenai penolakan Pemkab Sinjai atas dana program pendidikan dan kesehatan gratis dari Pemprov Sulsel, Asisten II Sekda Sinjai Mukhlis Isma mengatakan, pihaknya bukan menolak, melainkan meminta penyesuaian untuk penggunaannya, karena aturan mengenai kedua program tersebut sudah terlebih dahulu ada di Sinjai sebelum diprogramkan oleh Pemprov Sulsel.

‘’Kami takut terjadi tumpang-tindih. Kalau boleh kami meminta dananya digelontorkan saja ke Sinjai tanpa embel-embel program pendidikan dan kesehatan gratis agar kami dapat menggunakan dana tersebut sesuai dengan kebutuhan, sehingga mudah mempertanggung-jawabkannya,’’ papar Mukhlis.

Setelah berdialog dengan Pemkab Sinjai, rombongan Safari Jurnalistik melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Bone yang berbatasan langsung dengan Sinjai. Rombongan tiba di Bone, Kamis dini hari, 7 Oktober 2010, sekitar pukul 00.30 Wita.

Dialog dengan Pemkab Bone baru dilangsungkan sekitar pukul 10.00, di Ruang Rapat Bupati Bone. Rombongan Safari Jurnalistik diterime oleh Wakil Bupati Bone Said Pabokori.

Wabup Bone mengemukakan bahwa program pendidikan dan kesehatan gratis telah dilaksanakan sejak Januari 2008, atau enam bulan sebelum dicanangkan oleh Pemprov Sulsel. Dana yang dibutuhkan jauh lebih besar dibandingkan daerah lain di Sulsel, karena penduduk Bone berkisar 700.000 orang yang tersebar pada 27 kecamatan, 333 desa, serta 39 kelurahan.

Yang menarik di Bone adalah adanya program Sekolah Satu Atap (SD dan SMP) atas bantuan dan kerjasama dari Pemerintah Australia. Selain itu, di Bone juga disebut kelas akselerasi atau kelas percepatan, yaitu kelas yang terdiri atas siswa cerdas dengan IQ di atas rata-rata dengan lama belajar hanya dua tahun, baik untuk tingkat SMP maupun SMA.

Dari Bone, rombongan Safari Jurnalistik melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Wajo dan tiba sekitar pukul 15.00 Wita. Rombongan terlebih dahulu dijamu di sebuah rumah makan sebelum dilakukan dialog di Ruang Pola Kantor Bupati Wajo.

Seperti di Bone, Pemkab Wajo juga membuka kelas akselerasi, tetapi Wajo juga mamadukannya dengan membuka kelas bilingual (kelas dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas).

‘’Program Prima Pendidikan ini merupakan hasil kerjasama dengan JICA (Japan International Cooperation Agency),’’ kata Sekkab Wajo Nasir Taufik yang didampingi Kadis Pendidikan Bustamin Betta, Kadis Kesehatan dr Abdul Azis, Direktur RSUD Lamaddukelleng Wajo dr H Baso Rahmanuddin, serta Ketua PWI Perwakilan Wajo Muhammad Baru.

Setelah berdialog dengan Pemkab Wajo, rombongan Safari Jurnalistik melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Luwu. Rombongan tiba sekitar pukul 21.00 Wita dan disambut langsung Bupati Luwu Andi Mudzakkar.

Bupati Luwu mengatakan, selain pendidikan gratis, pihaknya juga memberikan beasiswa kepada 800 guru yang belum sarjana untuk melanjutkan pendidikan. Sementara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Pemkab Luwu akan membangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) satu buah pada setiap kecamatan (Luwu terdiri atas 21 kecamatan).

Di bidang kesehatan, Pemkab Luwu akan berupaya meningkatkan status Puskesmas biasa menjadi Puskesmas plus (ada fasilitas rawat inap) dari 21 Puskesmas yang tersebar pada 21 kecamatan.

Dialog diakhiri dengan foto bersama wartawan dengan Bupati Luwu. Setelah itu,
rombongan berangkat ke Kota Palopo dan bermalam di kota tersebut. Keesokan harinya, Jumat, 8 Oktober 2010, barulah dilangsungkan pertemuan dan dialog dengan Pemkab setempat.

Pertemuan dilangsungkan di Ruang Rapat Walikota Parepare yang dipimpin Sekretaris Kota HM Jaya didampingi Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh.

‘’Jauh sebelum program pendidikan gratis diluncurkan Pemprov Sulsel, kami di Palopo sudah terlebih dahulu melaksanakannya, bahkan ini menjadi grand strategi Pemkot Palopo,’’ kata HM Jaya, seraya menambahkan bahwa Palopo bertekad menjadi kota pendidikan.

Kadis Pendidikan Palopo dr Andi Thamrin mengatakan, penduduk Palopo secara keseluruhan berjumlah 63.000 orang. Dana Jamkesda yang mereka kelola Rp 1.566.528.000, terdiri atas Rp 626.611.200 dari APBD Tk. I Sulsel dan Rp 939.916.800 dari APBD Tk II Palopo.

‘’Di Palopo ada 10 Puskesmas. Data terakhir, sudah tercatat sebanyak 79.518 kunjungan,’’ sebut Andi Thamrin.

Sekretaris Dinas Pendidikan Palopo Muhammad Yamin mengatakan di Palopo terdapat beberapa perguruan tinggi dan ratusan sekolah. Jumlah mahasiswa berkisar 30 orang, sedangkan pelajar juga puluhan ribu, termasuk sekitar 27.000 murid SD. (asnawin/bersambung)


[Blog http://pedomanrakyat.blogspot.com/ berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Kamis, 28 Oktober 2010

Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel



Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel:

Daerah Minta Pemprov Menanggung 60 Persen


Pengantar :
Pemprov Sulsel bersama seluruh Pemkab dan Pemkot se-Sulsel telah menandatangani perjanjian tentang pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan, pada Juni 2008. Untuk mengetahui bagaimana penerapannya di daerah, apa saja kendala yang dihadapi, dan bagaimana menyukseskan program tersebut, Pemprov Sulsel bekerja sama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel mengadakan Safari Jurnalistik dengan mengunjungi 14 kabupaten dan kota, 6-10 Oktober 2010. Berikut hasil kunjungan Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel yang ditulis Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel, Asnawin.

Serba-serbi Safari Jurnalistik PWI-Pemprov Sulsel (bagian-1)



SERBA-SERBI. Banyak pengalaman menarik selama perjalanan lima hari, 6-10 Oktober 2010, dalam Safari Jurnalistik PWI Sulsel – Pemprov Sulsel, ke sejumlah kabupaten dan kota se-Sulsel. Ada yang merasa ngeri tidur di losmen tua, ada yang berulang tahun, ada yang sakit, ada yang berduka, dan ada pula beberapa wartawan yang terpaksa mendorong mobil di siang bolong karena bus yang mereka tumpangi macet. Berikut serba-serbi perjalanan yang ditulis Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel, Asnawin.

Senin, 25 Oktober 2010

Pedoman Rakyat Terbit Kembali



Harian Pedoman Rakyat edisi Jumat, 11 Februari 2006.
Setelah melihat model dan isinya, saya langsung menelepon Ardhy Basir dan mengucapkan selamat atas terbitnya kembali 'PR'. Ardhy bercerita bahwa dirinya menerbitkan kembali 'PR' karena ingin menunjukkan kepada masyarakat, khususnya masyarakat Sulsel, bahwa jiwa dan roh 'PR' tidak pernah mati.

''Koran harian Pedoman Rakyat boleh mati alias tidak terbit lagi, tetapi semangat dan keinginan untuk membangkitkan kembali kebersamaan dan persaudaraan di antara para mantan wartawan dan karyawan Pedoman Rakyat, tidak pernah hilang,'' katanya.

Foto Lama Saat Meliput di Samarinda


Senin siang, 25 Oktober 2010, saya membuka facebook dan ternyata seorang teman mengirimi saya sebuah foto saat saya berada di Samarinda, belasan tahun silam. Saya lupa tahunnya, tetapi mungkin sekitar tahun 1996 - 1997. Waktu itu, saya ''berstatus'' wartawan olahraga di harian Pedoman Rakyat, Makassar, dan meliput pertandingan sepakbola antara PSM versus Putra Samarinda.

Minggu, 24 Oktober 2010

Ipar Tony Blair Masuk Islam


Lauren Booth


Ipar Tony Blair Masuk Islam Setelah Mendapat Pengalaman Suci di Iran

Nurul Hidayati - detikNews

Minggu, 24/10/2010 13:36 WIB
http://www.detiknews.com/read/2010/10/24/133635/1473468/10/ipar-tony-blair

London - Adik ipar perempuan mantan PM Inggris Tony Blair, Lauren Booth, memutuskan masuk Islam setelah mendapatkan 'pengalaman suci' di Iran. Penyiar dan jurnalis berusia 43 tahun itu menyatakan, sekarang dia mengenakan jilbab ketika keluar rumah, salat 5 waktu sehari dan mengunjungi masjid bila ada kesempatan.

Dia memutuskan menjadi Muslimah 6 minggu lalu setelah mengunjungi Masjid Fatima al-Masumeh di Kota Qom, Iran.

"Saat itu Selasa petang dan saya duduk dan merasakan suntikan semangat spiritual, hanya kebahagiaan mutlak dan sukacita," katanya seperti dilansir media Inggris, The Mail, Minggu (24/10/2010). Setelah dia kembali ke Inggris, dia memutuskan pindah keyakinan.

"Sekarang saya tidak makan daging babi dan saya membaca Alquran setiap hari. Sekarang saya sampai di halaman 60," ujarnya.

"Saya juga belum minum (minuman beralkohol) selama 45 hari, periode terpanjang selama 25 tahun. Hal yang aneh adalah bahwa sejak saya memutuskan untuk pindah agama, saya tidak ingin menyentuh alkohol, padahal saya adalah seorang yang mendambakan segelas atau dua gelas anggur di akhir hari," bebernya.

Apakah nantinya dia akan mengenakan burka? "Siapa yang tahu di mana perjalanan rohani saya akan membawa saya?" jawabnya.

Sebelum mendapat pencerahan di Iran, Lauren telah 'bersimpati' pada Islam dan menghabiskan banyak waktu untuk bekerja di Palestina. "Saya selalu terkesan dengan kekuatan dan kenyamanan yang diberikan, " katanya soal agama Islam.

Lauren, yang bekerja untuk Press TV, televisi siaran Iran berbahasa Inggris, merupakan penentang vokal perang Irak. Pada Agustus 2008 dia pergi ke Gaza dengan kapal dari Siprus bersama 46 aktivis lainnya, untuk menyoroti blokade Israel atas Gaza. Dia kemudian ditolak masuk Israel dan Mesir.

Pada 2006, dia merupakan kontestan reality show 'I'am A Celebrity... Get Me Out Of Here!' di ITV dan mendonasikan fee-nya ke lembaga amal Palestina. Lauren berharap, perpindahan kepercayaan yang dianutnya bisa membantu Tony Blair, yang memperistri kakak tirinya, Cherrie, mengubah praduganya tentang Islam. Tony Blair adalah pendukung George Bush dalam perang Irak.

(nrl/anw)


[Blog ini berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Rabu, 20 Oktober 2010

Catatan Atas Program Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel




Kuncinya Political Will dan Komitmen
- Catatan Atas Program Pendidikan dan Kesehatan Gratis di Sulsel


Oleh : Asnawin
(Ketua Seksi Pendidikan PWI Sulsel)

Harian Fajar, Makassar
Rabu, 20 Oktober 2010
http://www.fajar.co.id/koran/12875081264.pdf

Terlepas dari berbagai kekurangan atau kontroversi yang berkembang mengenai program pendidikan dan kesehatan gratis di Sulsel, kita harus memberi apresiasi positif kepada Pemprov Sulsel, serta seluruh pemerintah kabupaten dan kota di daerah ini atas dilaksanakannya program pendidikan dan kesehatan gratis tersebut.

Banyak pertanyaan dan keraguan seputar program pendidikan dan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan (Sulsel). Benarkah program tersebut sudah berjalan? Benarkah tidak ada lagi pungutan di Puskesmas, di Rumah Sakit, atau di sekolah, khususnya item-item yang digratiskan? Apakah pendidikan dan kesehatan gratis hanya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu atau berlaku untuk semua?

Pertanyaan-pertanyaan itu wajar dikemukakan, karena masyarakat atau rakyat Indonesia sudah terlalu sering diberi angin surga, tetapi hampir tidak ada realisasinya, atau kalau pun ada, biasanya tidak sesuai yang diharapkan.

Kampanye wajib belajar misalnya, sudah didengungkan oleh pemerintah (pusat) sejak 1984, mulai dari wajib belajar enam tahun hingga wajib belajar sembilan tahun, tetapi sampai sekarang belum jelas apakah program tersebut sudah dilaksanakan atau belum.

Maka ketika duet Syahrul Yasin Limpo–Agus Arifin Nu’mang alias duet SAYANG menjadikan pendidikan dan kesehatan gratis sebagai jualan politiknya saat kampanye pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur beberapa tahun silam, banyak yang ragu dan curiga, bahkan tidak sedikit yang mencibir.

Sebelum membahas lebih jauh mengenai program dan realisasi program pendidikan dan kesehatan gratis di Sulsel, ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pendidikan dan kesehatan gratis.

Pendidikan gratis adalah penyelenggaraan pendidikan tanpa mengikutsertakan masyarakat (orang tua) dalam pembiayaan, khususnya untuk keperluan operasional sekolah. Dalam pengertian seperti itu, konsekuensi kebijakan pendidikan gratis sangat bergantung pada perhitungan tentang biaya satuan (unit cost) di sekolah. Biaya satuan memberikan gambaran berapa sebenarnya rata-rata biaya yang diperlukan oleh sekolah untuk melayani satu murid.

Pendidikan gratis juga dapat dimaknai sebagai upaya membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik di sekolah, sebagai perwujudan dari upaya membuka akses yang luas bagi masyarakat, untuk memperoleh pendidikan yang merupakan hak dari setiap warga negara sebagaima amanat UUD 1945 pasal 31. Hal ini diharapkan menjadi salah satu instrument untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun. Khusus di Sulsel, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota telah menandatangani perjanjian untuk membebaskan beberapa item pembayaran di sekolah dasar (SD) dan SLTP.

Sementara pengertian kesehatan gratis atau pelayanan kesehatan gratis, yaitu semua pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan rujukan di kelas tiga Rumah Sakit atau Balai Kesehatan milik pemerintah (pusat dan daerah) tidak dipungut biaya dan obat yang diberikan menggunakan obat generik (formularium).

Semangat yang terkandung dalam program pendidikan gratis adalah tidak boleh lagi ada masyarakat (anak usia sekolah 7-15 tahun) Sulsel yang tidak bersekolah atau putus sekolah, hanya karena tidak punya biaya atau kesulitan ekonomi.

Begitu pula semangat yang ada dalam program kesehatan gratis, yakni tidak boleh ada masyarakat Sulsel yang tidak berobat kalau sakit, hanya gara-gara tidak punya uang.

Maka beruntunglah masyarakat Sulsel yang dapat memperoleh pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar secara gratis, terutama bagi masyarakat kurang mampu, karena pemerintah provinsi serta seluruh pemerintah kabupaten dan kota sudah melaksanakan program pendidikan dan kesehatan gratis. Itu berarti, seluruh anak usia sekolah di Sulsel sudah dapat bersekolah tanpa bayar alias gratis, khususnya pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP).

Begitu pun dengan masyarakat umum yang ingin berobat di Puskesmas atau rumah sakit dengan fasilitas sampai dengan kelas tiga. Jangankan rakyat biasa atau orang miskin, bupati dan orang kaya pun dapat berobat secara gratis.

Meskipun pendidikan dan kesehatan gratis merupakan perintah UUD 1945 dan beberapa UU, tetapi tampaknya tak mudah merealisasikannya. Maka bisa dimaklumi kalau penerapannya di lapangan juga harus bertahap alias tidak langsung gratis seluruhnya, serta butuh penyesuaian di sana-sini.

Yang perlu digarisbawahi di sini adalah adanya political will atau kemauan politik dari Pemprov Sulsel untuk memberikan akses pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat Sulsel, khususnya bagi kalangan kurang mampu.

Dalam kunjungan Safari Jurnalistik PWI Sulsel–Pemprov Sulsel ke sejumlah kabupaten dan kota se-Sulsel, 6-10 Oktober 2010, yang diikuti puluhan wartawan, terungkap fakta bahwa sesungguhnya sudah ada kemauan politik dan komitmen dari Pemkab dan Pemkot di daerah ini.

Program pendidikan dan kesehatan gratis bahkan sudah dilaksanakan oleh beberapa kabupaten di Sulsel sejak beberapa tahun silam atau sebelum duet Syahrul Yasin Limpo–Agus Arifin Nu’mang menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel periode 2008–2013. Beberapa daerah malah memberikan pendidikan gratis 12 tahun alias mulai dari SD, SLTP, hingga SLTA. Juga ada yang memberikan subsidi bagi peserta didik pada tingkat Taman Kanak-kanak (TK).

Dalam program kesehatan gratis, juga ada daerah yang memberikan pelayanan kesehatan dasar gratis kepada seluruh masyarakat yang ber-KTP setempat, tanpa melihat status dan kondisi ekonominya. Ada lagi yang agak ekstrem, yaitu ada daerah yang memberikan sanksi kepada orang tua atau kepada wali anak yang tidak menyekolahkan anak-anak mereka, serta ada daerah yang menolak menerima dana dari Pemprov Sulsel (APBD Provinsi) untuk program pendidikan dan kesehatan gratis.

Masalah lain yang ditemukan yaitu soal pembiayaan program pendidikan dan kesehatan gratis. Berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, Pemprov Sulsel menanggung 40 persen dana pendidikan dan kesehatan gratis, sedangkan Pemkab/Pemkot menanggung 60 persen.

Kenyataannya, beberapa daerah merasa kewalahan dengan pembagian persentase tersebut. Umumnya mereka meminta persentasenya di balik menjadi 60 persen ditanggung oleh Pemprov Sulsel dan 40 persen ditanggung oleh pemkab/pemkot.

Temuan lain yaitu kata gratis benar-benar dimaknai sebagai gratis secara keseluruhan oleh sebagian masyarakat. Mereka menganggap semua gratis, baik pendidikan maupun kesehatan, sehingga banyak masyarakat yang tidak mau lagi membayar atau berpartisipasi. Padahal, item pendidikan dan kesehatan yang digratiskan sudah jelas, serta tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat untuk berpartisipasi, misalnya menyumbang sesuatu (dana atau barang) untuk keperluan sekolah.

Mengakhiri tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa kunci sukses keberhasilan program pendidikan dan kesehatan gratis adalah adanya political will atau kemauan politik dari para pengambil kebijakan, serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan (stakeholder), terutama untuk menghilangkan seluruh rintangan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dasar serta untuk menempuh pendidikan dasar.

Selanjutnya, program tersebut hendaknya dibarengi dengan peningkatan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan dasar, karena pendidikan dan kesehatan gratis tidak berarti hanya bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan dan kesehatan semata, melainkan perlu ditunjang perbaikan mutu yang terus menerus, sehingga tercipta masyarakat Indonesia yang cerdas, sehat, dan berdaya-saing.


[Blog ini berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Senin, 04 Oktober 2010

Gubernur Sulsel Belum Berpikir Dua Periode




Gubernur Sulsel Belum Berpikir Dua Periode

Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo mengaku belum memikirkan menjadi gubernur selama dua periode. Dia mengaku masih fokus melaksanakan program pemerintah provinsi Sulsel hingga 2013 mendatang.

''Saya tidak pernah pikirkan dua periode. Saya hanya pikirkan kerja untuk Sulsel. Satu periode saja belum baik. Saya profesional pamong praja,'' kata Syahrul dalam sambutannya pada acara pelepasan Safari Jurnalistik PWI Sulsel, di Baruga Sangiaseri Gubernuran, Makassar, Senin, 4 Oktober 2010.

Akhir-akhir ini pemberitaan mengenai persaingan antara Syahrul Yasin Limpo dengan Ilham Arif Sirajuddin (Walikota Makassar) sebagai calon gubernur Sulsel periode 2013-2018, cukup santer di media massa Sulsel.

Ilham Arif Sirajuddin adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar Kota Makassar dan juga mantan Ketua Umum DPD I Partai Golkar Sulsel. Jabatan tersebut kini diduduki Syahrul Yasin Limpo. Ilham kini disebut-sebut sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat Sulsel.

''Saat ini saya hanya pikirkan kerja untuk Sulsel, walaupun 2013 tidak lama lagi,'' kata Syahrul seraya tersenyum. (asnawin)


[Blog ini berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]

Gubernur Sulsel Lepas Rombongan Safari Jurnalistik PWI

Gubernur Sulsel Lepas Rombongan Safari Jurnalistik PWI

Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo, melepas secara resmi rombongan Safari Jurnalistik PWI Sulsel, di Baruga Sangiaseri Gubernuran, Makassar, Senin, 4 Oktober 2010.

Pelepasan ditandai pemasangan jaket kepada Ketua Rombongan Hasan Kuba dan Sekretaris PWI Sulsel Mappiar, disaksikan Ketua PWI Sulsel Zulkifli Gani Ottoh, Kadis Pendidikan Patabai Pabokori, Kadis Kesehatan Rachmat, Kepala Biro Humas dan Protokol Agus Sumantri, serta pengurus PWI Sulsel dan peserta Safari Jurnalistik.

Seperti diberitakan sebelumnya, Safari Jurnalistik itu merupakan hasil kerja sama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

Safari Jurnalistik itu bertujuan memantau pelaksanaan program Pemprov Sulsel, yakni Pendidikan dan Kesehatan Gratis, pada 16 kabupaten dan kota se-Sulsel.

Ke-16 kabupaten dan kota yang akan dikunjungi yaitu Gowa, Bantaeng, Sinjai, Bone, Wajo, Luwu, Palopo, Sidrap, Enrekang, Toraja Utara, Toraja, Pinrang, Parepare, Barru, Pangkep, dan Maros.

Dalam sambutannya, Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan program pendidikan dan kesehatan gratis hanya simbol dan bukan kemauan pribadi Syahrul Yasin Limpo, melainkan perintah Undang-Undang.

Khusus program pendidikan gratis, Syahrul mengatakan ada 14 item yang digratiskan pada seluruh Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) negeri dan swasta se-Sulsel.

''Yang harus dicek di lapangan dalam Safari Jurnalistik ini yaitu berapa persen alokasi anggaran pendidikan dalam APBD kabupaten dan kota se-Sulsel,'' katanya.

Dia mengingatkan para peserta safari bahwa Safari Jurnalistik tersebut bukan untuk mengevaluasi pelaksanaan program pendidikan dan kesehatan gratis di daerah, melainkan untuk mengkristalisasi kedua program tersebut.

Ketua PWI Sulsel, Zulkifli Gani Ottoh menjelaskan, para peserta safari diharapkan membuat laporan dari perjalanan ke beberapa daerah. Selanjutnya laporan tersebut diikutkan dalam lomba karya jurnalistik.

''Panitia akan memilih tiga karya jurnalistik terbaik dalam dua kategori, yaitu kategori pendidikan gratis dan kategori kesehatan gratis. Masing-masing akan dipilih tiga pemenang,'' jelasnya. (asnawin)


[Blog ini berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]