Senin, 31 Mei 2010

Penguasa Kepala Batu



http://www.tribun-timur.com/read/artikel/107979/Penguasa-Kepala-Batu

Penguasa Kepala Batu

Oleh : Asnawin
(Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria, Makassar)

Harian TRIBUN TIMUR, Makassar
Senin, 31 Mei 2010

Ada sebuah teori dalam ilmu komunikasi (massa) yang disebut Teori Khalayak Kepala Batu (The Obtinate Audience Theory). Ide awalnya dikemukakan oleh LA Richards pada tahun 1936, tetapi dikembangkan sebagai sebuah ilmu dan teori baru oleh pakar psikologi Raymond Bauer pada tahun 1964.

Teori khalayak kepala batu merupakan koreksi atau kritikan atas Teori Peluru (The Ballet Theory) atau Teori Jarum Hipodermik (Hypordemic Needle Theory) yang berkembang dan mendominasi kajian komunikasi sebelumnya. Kedua teori itu menganggap khalayak (masyarakat) itu pasif.

Raymond Bauer mengeritik asumsi tersebut dan mengatakan khalayak bukan robot yang pasif, serta bukan hanya bersedia mengikuti pesan atau pembicaraan politik yang memberi keuntungan atau memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. (Anwar Arifin, 2008 : 89)

Khalayak tersebut terdiri atas individu-individu yang selalu berinterelasi (berhubungan) dan berinteraksi (saling memengaruhi) dengan individu-individu lainnya, dalam suatu wadah yang disebut publik.

Publik atau penerima (audience) itu sama sekali tidak pasif melainkan sangat aktif. Mereka aktif menyaring, menyeleksi, dan mengolah secara internal semua pesan dan pembicaraan yang berasal dari luar dirinya. Ini merupakan proses psikologi yang sangat mendasar.

Publik atau khalayak memiliki daya tangkal dan daya serap terhadap semua terpaan pesan kepada mereka. Pesan yang masuk akan disaring, diseleksi, kemudian diterima atau ditolak melalui filter konseptual.

Daya tangkal inilah yang membuat publik atau khalayak sering juga disebut sebagai "khalayak kepala batu" (the obstinate audience).

Abaikan Aspirasi

Ketika membuat dan memaparkan makalah dalam salah satu perkuliahan pada program pascasarjana Universitas Satria, Makassar, penulis mengatakan, pada kenyataannya, bukan hanya khalayak umum yang memiliki daya tangkal, melainkan juga orang yang tengah berkuasa.

"Penguasa kepala batu", mungkin itulah istilah yang cocok buat para penguasa yang tidak peduli atau mengabaikan pesan, aspirasi, dan opini publik yang berkembang di tengah masyarakat.

Penguasa kerap mengabaikan opini publik yang berasal dari rakyat yang telah memilih dan memberi mereka mandat untuk menjadi pemimpin, padahal dari mandat itulah pemimpin dituntut sesegera mungkin untuk memenuhi kewajibannya: yakni mewujudkan harapan menjadi kenyataan.

Semakin berlama-lama menghadirkan perwujudan harapan, semakin pula menjauhkan kepercayaan pemberi mandat. Dalam kondisi ini, ruang tunggu sejarah tidak menginginkan adanya tumpukan kekecewaan. Sekali saja kekecewaan dimunculkan, sama artinya membuka pintu ketidakpercayaan.

Menurut Kousoulas (1979), opini publik dapat menjadi salah satu faktor politik jika dalam banyak hal ia berpengaruh terhadap proses pengambilan dan pelaksanaan sesuatu keputusan oleh para penyelenggara negara maupun politisi lainnya.

Opini publik merupakan penjelmaan suara rakyat. Mengabaikan opini publik sama artinya memberikan momentum penurunan kepercayaan kepada pemerintah.

Presiden, gubernur,walikota, dan bupati sudah banyak yang merasakan dampak dari sikap mereka yang kerap mengabaikan opini publik.

Duet Presiden SBY dan Wapres Boediono bisa jadi contoh kasus sebagai "penguasa kepala batu". Mereka berdua mengabaikan keinginan rakyat dan opini publik yang menginginkan berbagai perubahan dan mengharapkan peningkatan kesejahteraan rakyat.

Rakyat menginginkan pelayanan yang baik, fasilitas umum yang memadai dan bisa dinikmati secara merata, pendidikan yang bagus dan terjangkau, penghapusan sistem ujian nasional, pemberantasan korupsi, penegakan hukum, dan lain sebagainya.

Keinginan rakyat dan opini publik tersebut tampaknya tidak langsung direspons oleh duet SBY-Boediono. Mereka mengabaikan opini publik. Mereka berdua menjadi "penguasa kepala batu."

Dengan menjadi "penguasa kepala batu", duet Presiden SBY dan Wapres Boediono kini tidak lagi mendapat kepercayaan besar, bahkan sebaliknya mereka berdua sudah dianggap gagal menjalankan pemerintahan. Dengan kata lain, duet SBY-Boediono dianggap telah gagal melaksanakan amanat atau mandat yang diberikan rakyat Indonesia kepada mereka.

Soekarno-Soeharto

Machiavelli mengatakan, orang yang bijaksana tidak akan mengabaikan opini publik mengenai soal-soal tertentu, misalnya pendistribusian jabatan dan kenaikan jabatan. Dengan kata lain, penguasa yang tidak peduli dan mengabaikan opini publik pastilah bukan orang yang bijaksana.

Kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, tidak terlepas dari sikapnya yang sering mengabaikan opini publik. Jasanya yang sangat besar sebagai Proklamator Kemerdekaan RI, tidak mampu menahan gejolak kemarahan rakyat atas berbagai kebijakan dan langkah-langkahnya dalam memimpin negara.

Soekarno antara lain dianggap terlalu dekat dengan Partai Komunis Indonesia yang tidak disenangi oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Soekarno juga tidak langsung memenuhi "Tritura" atau tiga tuntutan rakyat yakni bubarkan PKI berserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, serta turunkan harga dan perbaiki sandang-pangan.

Presiden kedua Indonesia, Soeharto juga terlalu lama mengabaikan opini publik. Pendapat umum atau opini publik yang berkembang yaitu dirinya terlalu lama berkuasa (lebih dari 30 tahun) sehingga sudah perlu diganti, bahwa rakyat Indonesia membutuhkan pemimpin baru yang lebih muda dan energik, bahwa pola pikir dan pola kepemimpinannya sudah ketinggalan zaman di era modern.

Akibat pengabaian opini publik tersebut, rakyat Indonesia kecewa dan kekecewaan itu terus-menerus menumpuk. Rakyat Indonesia kemudian marah dan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran menuntut Soeharto mengundurkan diri dan meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI. Karena kuatnya desakan tersebut, Soehato akhirnya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 atau sehari sesudah peringatan Hari Kebangkitan Nasional.

Masyarakat Indonesia kemudian menetapkan 21 Mei sebagai Hari Reformasi Nasional. Pengunduran atau kejatuhan Soeharto sekaligus mengawali era baru pemerintahan dan kehidupan demokrasi di Indonesia, yakni Era Reformasi.

Dengan berkaca pada dampak dari pengabaian opini publik oleh tiga Presiden RI, serta demi tegaknya demokrasi, kita berharap kepada para pengambil kebijakan, khususnya orang yang tengah mendapat mandat dari rakyat untuk menjadi pemimpin, agar kiranya tidak mengabaikan opini publik, serta berupaya menjalin komunikasi yang baik dan positif dengan rakyat yang dipimpin dan yang telah memilihnya sebagai pemimpin.***

Senin, 24 Mei 2010

Kemendiknas Pertahankan Standarisasi UN

Kemendiknas Pertahankan Standarisasi UN

Minggu, 23 Mei 2010
Penulis : Muhammad Gozi
http://www.mediaindonesia.com/read/
2010/05/23/144595/88/14/
Kemendiknas-Pertahankan-Standarisasi-UN

PAMEKASAN--MI: Kementerian Pendidikan Nasional menyatakan akan tetap mempertahankan standarisasi Ujian Nasional (UN), meski banyak desakan agar dilakukan reformasi sistem pada ujian kelulusan tersebut.

Selama ini, pelaksanaan UN dinilai masih belum menjawab rasa keadilan masyarakat, karena pemerintah memberlakukan standar yang sama antara lembaga pendidikan negeri di kota besar hingga lembaga pendidikan suasta di daerah terpencil.

Meski dilakukan pemerataan standar UN, kata Muhammad Nuh, tingkat kelulusan tertinggi tidak hanya didominasi sekolah negeri di wilayah perkotaan. Namun juga di wilayah terpencil. Bahkan di sebagian daerah, nilai tertinggi UN justru diraih sekolah suasta yang bukan berasal dari kota besar.

Berdasar hasil evaluasi pelaksanaan UN untuk Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Madrasah Aliyah, yang mengalami kelulusan 0 persen hanya 267 sekolah atau 1,62 persen dari jumlah sekolah yang ada. Diantara sekolah itu, sebagian ada di kota.

Sementara yang mengalami kelulusan 100 persen berjumlah 5.795 atau 35,17 persen dari sekolah penyelenggara. Sebagian dari sekolah itu juga berada di daerah terpencil.

Begitu pula dengan hasil UN untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Yang mengalami kelulusan 0 persen hanya 578 sekolah atau 1,32 persen dari total sekolah penyelenggara. Sementara yang mengalami 100 persen kelulusan berjumlah 18.144 sekolah atau 41,55 persen dari total lembaga penyelenggara UN.

"Selama ini masyarakat menilai pelaksanaan UN secara tidak menyeluruh. Seharusnya dari data ini terlihat, tidak ada perbedaan antara sekolah negeri di kota besar," kata Mendiknas dalam acara Seminar Pendidikan dan Pembangunan Madura di Pamekasan, Jawa Timur, Minggu (23/5).

Karenanya, kata dia, pemerintah memutuskan untuk mempertahankan standarisasi pelaksanaan UN dengan meniadakan diskriminasi antar lembaga pendidikan. Meski demikian, pemerintah tetap menerima masukan untuk perbaikan pelaksanaan UN di masa yang akan datang.

"Khusus untuk usulan memasukkan pelajaran agama sebagai materi UN, itu bergantung pada kementerian agama. Karena masalah itu merupakan kewenangan dari kementerian tersebut," katanya. (MG/OL-02)

TEKNIK PENULISAN BERITA



Berita yang menggunakan bangunan atau metode piramida terbalik mendahulukan penyampaian informasi yang sangat penting, kemudian diikuti informasi-informasi yang penting, agak penting, kurang penting, hingga tidak penting.

FKIP Unismuh Gelar Workshop Jurnalistik


Keterangan gambar: SERTIFIKAT. Salah seorang pemateri, Asnawin, menerima sertifikat dari panitia Workshop Jurnalistik FKIP Unismuh Makassar, di kampus Unismuh Talasalapang, Makassar, Kamis, 20 Mei 2010. (foto: dok panitia)

FKIP Unismuh Gelar Workshop Jurnalistik

Makassar, 20 Mei 2010

Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, menggelar Workshop Jurnalistik, di Auditorium Al-Amien Kampus Unismuh Makassar, 18 – 21 Mei 2010.

Ketua Panitia, Abdul Wahid, didampingi Sekretaris Early Widia Astuti, kepada wartawan, Selasa (18/5) kemarin menjelaskan, workshop diikuti 40 mahasiswa dari berbagai fakultas di Unismuh Makassar.

Materi yang diberikan kepada peserta antara lain Kode Etik Jurnalistik, Ragam Bahasa Jurnalistik, Metode Wawancara, Reportase, Penulisan Straight News dan Feature News, Teknik Menulis Artikel, serta Foto Jurnalistik.

‘’Selain teori, para peserta juga akan diberi latihan menulis berita dan praktek membuat desain media cetak,’’ jelas Wahid, seraya menambahkan bahwa kegiatan tersebut merupakan realisasi dari program kerja Himaprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unismuh Makassar.

Selasa, 18 Mei 2010

Banyak Kebudayaan Pinjaman di Sulsel



http://www.ujungpandangekspres.com/view.php?id=47226
Harian Ujungpandang Ekspres, Makassar
Selasa, 18-05-2010

Banyak Kebudayaan Pinjaman di Sulsel

Oleh: Asnawin
Mahasiswa S2 Ilmu Komunikasi Universitas Satria Makassar

Masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki banyak kebudayaan dan kearifan lokal, tetapi sebagian masyarakat dan sejumlah orang yang tengah berkuasa, lebih senang ‘’memakai baju’’ kebudayaan pinjaman dan ‘’melepas baju’’ kebudayaan atau kearifan lokal. Itu terjadi karena adanya komunikasi antar-budaya dan lemahnya pertahanan budaya masyarakat Sulsel.

Komunikasi antar-budaya secara langsung maupun secara tidak langsung telah ‘’membuka mata’’ orang Sulsel bahwa ada budaya lain yang berbeda dengan budaya asli mereka. Ada yang terbelalak matanya, ada yang silau, ada yang menyipitkan matanya, dan ada yang menutup mata.

Kemajuan teknologi (terutama teknologi komunikasi), derasnya arus informasi, bertambahnya orang kaya yang mampu ‘’jalan-jalan’’ ke kota, provinsi, dan atau ke negara lain, serta banyaknya orang asing yang berkunjung ke daerah kita, secara tidak langsung telah mengakibatkan terjadinya kontak atau komunikasi antar-budaya.

Kontak dengan kebudayaan lain dapat mengakibatkan perubahan atas satu kebudayaan atau bahkan dua kebudayaan sekaligus. Pada awal kontak antar-budaya, terjadi proses peniruan karakteristik dari isi suatu unsur kebudayaan tertentu. Setelah proses peniruan itu dipakai berulang-ulang dan dibiasakan dalam suatu komunitas tertentu, maka kebudayaan yang sebelumnya hanya merupakan pinjaman, berubah menjadi kebudayaan setempat.

Dalam kebudayaan, proses pinjaman kebudayaan berbeda dengan akulturasi. Akulturasi adalah proses pertemuan unsur-unsur dari berbagai kebudayaan yang berbeda, yang diikuti dengan percampuran unsur-unsur tersebut.

Syarat akulturasi adalah harus didahului oleh kontak, tetapi dalam kebudayaan pinjaman tidak selalu atau bahkan tidak didahului dengan kontak. Sebagian masyarakat Sulsel tidak kontak dengan kebudayaan Amerika, tidak pernah pergi ke Negeri Paman Sam, tetapi banyak di antara mereka yang suka makan ayam goreng di McDonald, California Fried Chicken, dan atau Kentucky Fried Chicken.

Sebelum berbicara lebih jauh tentang kebudayaan pinjaman di Sulawesi Selatan, ada baiknya terlebih dahulu kita memiliki pemahaman yang sama tentang budaya dan kebudayaan.

Kebudayaan berasal dari kata budaya yang memiliki banyak arti, antara lain adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju, dan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah).

Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya kemudian diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin, colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai kultur dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan pengertian kata dasarnya itu, maka kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Kebudayaan juga diartikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Edward Burnett Tylor dalam bukunya ‘’Primitive Culture’’ mengatakan, kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat, serta setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat.

Kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat merupakan kekuatan abstrak yang mampu memaksa dan mengarahkan pendukungnya untuk berperilaku sesuai dengan sistem pengetahuan, gagasan, dan kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.

Kebudayaan lokal Sulawesi Selatan adalah kebudayaan yang dimiliki masyarakat Sulsel berupa kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun dalam berperilaku, berbuat, dan melakukan sesuatu dalam kehidupan sehari-hari.

Kebudayaan Lokal


Dalam berbagai literatur, dari berbagai hasil diskusi, serta berdasarkan pengalaman pribadi sebagai orang yang lahir dan dibesarkan dalam kebudayaan lokal Sulsel, penulis dapat menyebutkan beberapa kebudayaan asli dan kearifan lokal masyarakat Sulsel.

Beberapa puluh tahun silam, perempuan Sulsel (khususnya Bugis-Makassar) jarang sekali keluar rumah. Kalau mereka keluar rumah, maka kita dengan mudah akan mengenali dan mengidentifikasi mereka sebagai perempuan, terutama dari rambut dan pakaiannya (feminim). Mereka juga lebih banyak tersenyum dan hanya sekali-sekali berbicara tetapi itupun dengan ‘’volume kecil.’’

Sekarang, perempuan Sulsel ‘’berkeliaran’’ di mana-mana dan tak jarang penampilan mereka tidak ada bedanya dengan laki-laki. Kalau berbicara, volume suara mereka kadang-kadang lebih besar dibanding volume suara laki-laki.

Orang Sulsel juga sangat gemar bergotong-royong (abbulo sibatang/mabbulo sibatang). Memindahkan atau membangun rumah pun sering dilakukan secara gotong-royong. Semuanya dilakukan secara sukarela, senang hati, bahkan dalam suasana ceria. Sekarang, gotong-royong sudah merupakan barang langka dan mahal harganya.

Jika ada di antara tetangga atau keluarga yang mengalami kesulitan, sedang susah, atau perlu dibantu, maka orang-orang akan segera memberikan bantuan secara sukarela, karena orang Sulsel punya budaya kesetiakawanan sosial (pesse/pacce), serta saling tolong-menolong (mali siparappe, rebba sipatokkong).

Dalam pergaulan sehari-hari, orang Sulsel sangat menjaga tata krama (ada’/ade’), tetapi sekarang sudah banyak orang Sulsel yang seolah-olah tidak mengenal ada’ atau ade’, baik dalam pergaulan dengan orang lain, maupun pergaulan dengan orang yang lebih tua atau bahkan dengan orangtua kandung.

Dulu, pemimpin dipilih berdasarkan kapasitas dan dedikasi. Pemimpin zaman dulu juga sangat dihormati, disegani, bahkan kadang-kadang ditakuti, karena mereka berani dan bertanggung-jawab (warani/barani), memiliki keyakinan yang teguh (getteng), serta menjaga harga diri (siri’), sehingga mereka punya kharisma dan kewibawaan. Sekarang pemimpin (penguasa) dipilih karena ‘’isi tas’’ dan prestasi semu, tetapi tidak banyak di antara mereka yang dihormati, disegani, apalagi ditakuti.

Kebudayaan Pinjaman


Kini kebudayaan dan kearifan lokal sudah banyak yang terlupakan dan diganti dengan kebudayaan pinjaman.

Beberapa kebudayaan pinjaman itu antara lain cara berpakaian yang tidak lagi feminim di kalangan perempuan, cium pipi kanan – cium pipi kiri (cipika-cipiki) setiap bertemu, anak menyapa orangtua dengan tanpa rasa hormat, dan murid menelepon guru tanpa rasa segan.

Selain itu, banyak orang yang lebih senang mengungkapkan kekecewaan dan atau kemarahan secara frontal (aksi unjukrasa, dsb), serta banyak ditemui remaja atau orang dewasa lain jenis kelamin dan bukan suami-isteri berdua-duaan dan bermesraan di tempat umum .

Kita juga sering membiarkan orang lain (keluarga, sahabat, tetangga, rekan kerja) berbuat hal-hal yang kurang bagus, serta lebih mendahulukan berbagai macam kesibukan dibanding bersosialisasi dan berkomunikasi dengan tetangga.

Kebudayaan pinjaman lain yaitu menghabiskan malam di tempat hiburan malam (THM), menyanyikan lagu-lagu keras dengan syair bahasa asing, serta membangun rumah dengan meniru gaya arsitektur Barat.

Masih banyak lagi kebudayaan pinjaman yang akhirnya seolah-olah sudah menjadi kebudayaan setempat masyarakat Sulsel.

Budaya korupsi juga mungkin masuk kategori kebudayaan pinjaman, karena sampai saat ini penulis belum menemukan literatur yang menyatakan bahwa orang Sulsel zaman dulu suka korupsi.

Sebagai ‘’produk’’ orang Sulsel tahun enampuluhan, penulis sangat merindukan tampilnya kembali kebudayaan lokal dan kearifan lokal sebagai ‘’tuan rumah’’ di Sulsel. Masih bisakah itu diwujudkan? (***)

Kamis, 13 Mei 2010

Mendiknas Luncurkan TBM@Mall

Mendiknas Luncurkan TBM@Mall

Minggu, 02/05/2010
Harian Pikiran Rakyat, Bandung
http://www.pikiran-rakyat.com/node/112565

JAKARTA, (PRLM).- Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh meluncurkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di Pusat Perbelanjaan atau disebut TBM@Mall. Peluncuran yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) itu berlangsung di Jakarta, Minggu (2/5).

Tidak hanya di Jakarta, TBM@Mall akan hadir di Bandung, Surabaya, Jawa Tengah, Makasar, dan seluruh wilayah negeri. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, TBM@Mall hadir di antaranya di Blok M, Plaza Semanggi, dan Cibubur Junction.

"Kita inginkan suasana membaca itu bisa tumbuh di mana-mana karena membaca adalah awal dari pintu ilmu pengetahuan. Pada hari ini kita ingin meluncurkan di pusat-pusat perbelanjaan. Nanti setiap ada pusat-pusat keramaian ada pusat-pusat atau taman-taman bacaaan, sehingga masyarakat kita gemar membaca," kata Mendiknas di Jakarta, Minggu (2/5).

Kehadiran TBM@Mall ini merupakan upaya pemerintah untuk mendorong masyarakat agar gemar belajar dan membaca. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mendekatkan TBM di pusat-pusat fasilitas publik yang semakin semarak. Dengan adanya TBM@Mall, masyarakat diharapkan dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat, serta lebih fleksibel meskipun hanya sambil berbelanja atau jalan-jalan di mal.

Direktur Pendidikan Masyarakat Ditjen Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) Ella Yulaelawati mengatakan, pihaknya menargetkan pada tahun 2010 dapat didirikan 32 TBM baik di Jakarta, di Bandung, Surabaya, Jawa Tengah, Makassar, maupun seluruh wilayah negeri ini.

Ella Yulaelawati mengatakan, pemerintah menginginkan pusat perbelanjaan dan fasilitas umum lainnya akan menjadi pusat kebudayaan yang bisa disentuh seluruh lapisan masyarakat. “Saat ini, di seluruh Indonesia sudah berdiri 5.552 TBM yang berada di pelosok daerah pedesaan untuk membangun keberaksaraan masyarakat,” katanya. (A-94/das)***

Kamis, 06 Mei 2010

SUKU BANGSA

SUKU BANGSA

Oleh: AsianBrain.com Content Team

Negara Indonesia ialah negara yang berasal dari berbagai suku bangsa, termasuk Jawa, Sunda, Aceh, Madura, Batak, Minangkabau, Bali, dan Bugis.

Kalau dilihat dari populasi, Suku Jawa adalah suku yang paling besar di Indonesia, Suku Sunda adalah suku terbesar kedua, Suku terbesar ketiga adalah suku Madura, Suku bangsa terbesar keempat adalah suku Minangkabau mereka merupakan dari propinsi Sumatera Barat.

Berikut adalah suku bangsa yang ada di Indonesia.

1. Abai - Kalimantan Timur
2. Abung - Sumatra
3. Aceh - DI Aceh
4. Adang - Kalimantan
5. Adonara - NTB/NTT
6. Akit - Sumatra
7. Alas - DI Aceh
8. Alifuru - Maluku
9. Alor Solor - NTB/NTT
10. Ambon - Maluku
11. Ampana - Sulawesi
12. Anak Dalam - Riau
13. Anabas - Sumatra
14. Aneuk Jame - Sumatra
15. Anggi - Papua
16. Angkola - Sumatra
17. Aput - Kalimantan
18. Arab - DKI Jakarta
19. Arguni - Papua
20. Aru - Maluku
21. Asmat - Papua
22. Atoni - NTB/NTT
23. Awiu - Papua
24. Ayou - Kalimantan
25. Bacan - Maluku
26. Bada - Sulawesi
27. Badar - Maluku
28. Bahau - Kalimantan
29. Bajau - Jambi
30. Bajo - Sulawesi
31. Baku - Sulawesi
32. Balantak - Sulawesi
33. Balatan - Sulawesi Tengah
34. Bali - Bali
35. Bali Aga - NTB/NTT
36. Banda - Maluku
37. Banggai - Sulawesi Tengah
38. Bangka - Sumatra
39. Banjar – Kalimantan Selatan
40. Banjar Hulu – Kalimantan Selatan
41. Banjar Kuala – Kalimantan Selatan
42. Banten - Jawa Barat
43. Bantenan - Sulawesi
44. Bantik - Sulawesi Utara
45. Banyak - Sumatra
46. Basap - Kalimantan
47. Batak - Sumatra
48. Batang Lupar - Kalimantan
49. Batanta - Papua
50. Batin - Jambi
51. Batu - Sumatra
52. Batu Blah - Kalimantan
53. Bawean - Jawa
54. Bela - Sumatra
55. Belang - Sulawesi
56. Belu - NTB/NTT
57. Bengkulu - Bengkulu
58. Benua - Sumatra
59. Berusu - Kalimantan Timur
60. Besoa - Sulawesi
61. Betawi - DKI Jakarta/Jawa Barat
62. Biaju - Kalimantan
63. Biak - Papua
64. Biasaya - Kalimantan
65. Biliton - Sumatra
66. Bima - NTB
67. Bituni - Papua
68. Bobongko - Sulawesi
69. Bodha - NTB/NTT
70. Boh - Kalimantan
71. Bolaang Mongondow - Sulawesi Selatan
72. Bonfia - Maluku
73. Bonai - Riau
74. Bugis - Sulawesi Selatan
75. Bukar, Dayak - Kalimantan
76. Bukar, Punan - Kalimantan
77. Bukit - Kalimantan
78. Bukitan - Kalimantan
79. Bukupai - Kalimantan Barat
80. Buli - Maluku
81. Bulungan - KalimantanTimur
82. Bungku - Sulawesi
83. Buol - Sulawesi
84. Buru -Maluku
85. Busang - Kalimantan
86. Buton - Sulawesi Tenggara
87. Buyu - Sulawesi
88. Caniago - Sumatra Barat
89. Cina - Jawa / Kalimantan / DKI Jakarta / Sumatra
90. Damar - Maluku/NTB/NTT
91. Dani - Papua
92. Darat - Sumatra
93. Dawan - NTT
94. Dayak – Kalimantan Barat / Kalimantan Tengah
95. Demta - Papua
96. Desa - Kalimantan
97. Dodongko - NTB/NTT
98. Dompo - NTB/NTT
99. Dusun - Kalimantan Barat
100. Ende - NTB/NTT
101. Enggano - Bengkulu
102. Flores - NTT
103. Furuaru - Maluku
104. Galela - Maluku
105. Gene - Maluku
106. Gayo - DI Aceh
107. Genyem - Papua
108. Gimpu - Sulawesi
109. Goram - Maluku
110. Gorontalo - Sulawesi Utara
111. Guai - Papua
112. Guci - Sumatra Barat
113. Halmahera -Maluku
114. Hattam - Papua
115. Helong - NTT
116. Hutan - Riau
117. Iban - Kalimantan
118. Iha - Papua
119. Jakui - Papua
120. Jambak - Sumatra Barat
121. Jambi - Jambi
122. Jawa - DI Yogyakarta /Jawa Timur/Jawa Teangah/Bali/Sumatra
123. Juru - Sumatra
124. Kabaena - Sulawesi
125. Kadayan - Kalimantan
126. Kahayan - Kalimantan
127. Kadipan - Sulawesi
128. Kaili - Sulawesi Tengah
129. Kalabit - Kalimantan
130. Kangean - JawaTengah
131. Kanowit - Kalimantan
132. Kapauku - Papua
133. Karimun - JawaTengah
134. Karo - Sumatra Utara
135. Katingan - Kalimantan
136. Kayan - Kalimantan Timur
137. Kayoa - Maluku
138. Kei - Maluku
139. Kelai - Kalimantan
140. Kenya - Kalimantan Timur
141. Kerinci - Jambi
142. Kiman - Papua
143. Kinadu - Sulawesi
144. Kinjing - Kalimantan
145. Kisan - Sumatra Selatan
146. Kisar - Sumatra Selatan
147. Klamantan - Kalimantan
148. Kluet - DI Aceh
149. Kodombuku - Sulawesi
150. Komering - Sumatra Selatan
151. KotaWaringin - Kalimantan
152. Koto - Sumetra Barat
153. Kubu -Jambi /Sumatra Selatan
154. Kulawi - Sulawesi Tengah
155. Kulisusu - Sulawesi Tenggara
156. Kupang - NTB/NTT
157. Lage - Sulawesi
158. Lajolo - Sulawesi
159. Laki - Sulawesi Tenggara
160. Lalaeo - Sulawesi
161. Lambatu - Sulawesi
162. Lampu - Sulawesi
163. Lampung - Lampung
164. Land Dayak - Kalimantan
165. Larantuka
166. Laras Fordata - Maluku
167. Laut - Riau
168. Lawangan - Kalimantan Barat
169. Lebong - Bengkulu
170. Leboni - Sulawesi
171. Lematang - Sumatra Selatan
172. Leti - NTB/NTT/Maluku
173. Lindu - Sulawesi
174. Lingga - Sumatra
175. Lio - NTB/NTT
176. Lisum - Kalimantan
177. Loda - Maluku
178. Loinang - Sulawesi
179. Lom - Sumatra
180. Lombleng - NTB/NTT
181. Lombok - NTB
182. Long Giat - Kalimantan
183. Long Kiput - Kalimantan
184. Long Wai - Kalimantan
185. Lundu - Kalimantan
186. Lugat - Kalimantan
187. Lubu - Sumatra
188. Maayan - Kalimantan Barat
189. Maba - Maluku
190. Madura - Jawa Timur/Bali
191. Mairasi - Papua
192. Makasar - Sulawesi Selatan
193. Makian - Maluku
194. Mamak - Sumatra
195. Mamasa - Sulawesi
196. Memberamo - Papua
197. Membaro - NTB/NTT
198. Mamuju - Sulawesi
199. Manado - Sulawesi Utara
200. Mandailing - Sumatra Utara
201. Mandar - Sulawesi Selatan
202. Manggarai - NTB/NTT
203. Mangki - Sulawesi
204. Manikion - Papua
205. Manyukei - Kalimantan
206. Mapia - Papua
207. Mapute - Sulawesi
208. Marea - NTB/NTT
209. Marindanim - Papua
210. Maronene - Sulawesi
211. Masenrempulu - Sulawesi
212. Matano - Sulawesi
213. Mbaluh - Kalimantan
214. Medan - Sumatra
215. Meibrat - Papua
216. Melanau - Kalimantan
217. Melayu - Kalimantan/Sumatra Utara/Riau/Jambi/Bengkulu/Lampung
218. Mengkongga - Sulawesi
219. Mimika - Papua
220. Minahasa - Sulawesi Utara
221. Minangkabau - Sumatra Barat
222. Misol - Papua
223. Moa - Maluku
224. Moni - Papua
225. Morotai - Maluku
226. Mualang - Kalimantan
227. Muna - Sulawesi Tenggara
228. Murik - Kalimantan
229. Murung - Kalimantan
230. Murut - Kalimantan Tengah
231. Musihulu - sumatra
232. Muyu - Papua
233. Mori - Sulawesi Tengah
234. Moronene - Sulawesi Tengah
235. Bage Keo - NTB/NTT
236. Nafuna - Sumatra
237. Ngada - NTB/NTT
238. Ngayu - Kalimantan Barat
239. Nias - Sumatra Utara
240. NilaTeun Serui - Maluku
241. Numfor - Papua
242. Obi - Maluku
243. Orang Depok - DKI Jakarta
244. Orang Laut - Sumatra
245. Orang Tugu - DKI Jakarta
246. Osing - Jawa Timur
247. Ot Danum Ngayu - Kalimantan Barat
248. Ot Danum Punan - Kalimantan Tengah
249. Pakambia - Sulawesi
250. Pakawa - Sulawesi
251. Pakpak - Sumatra
252. Palembang - Sumatra Selatan
253. Palu - Sulawesi Tengah
254. Pamona - Sulawesi Tengah
255. Pantai Timur - Papua
256. Pantar - NTB/NTT
257. Panyalai - Sumatra Barat
258. Parigi - Sulawesi
259. Patai - Kalimantan
260. Patani - Maluku
261. Patasiwa Putih - Maluku
262. Patasiwa Hitam - Maluku
263. Pebato - Sulawesi
264. Penghulu - Jambi
265. Penyabong - Kalimantan
266. Piliang - Sumatra Barat
267. Pipikoro - Sulawesi
268. Pisang - Sumatra Barat
269. Pitu Ulama - Sulawesi
270. Prihing - Kalimantan
271. Ponosokan - Sulawesi
272. Pontianak - Kalimantan
273. Poso - Sulawesi
274. Pulo - Sumatra
275. Punan - kalimantan Tengah /Kalimantan Barat
276. Pu'u Mboto - Sulawesi
277. Rampi - Sulawesi
278. Ranau - Sumatra Selatan
279. Rato - Sulawesi
280. Rawas - Sumatra Selatan/Lampung
281. Rejang - Bengkulu/Sumatra Selatan
282. Riau - Sumatra
283. Riung - NTB/NTT
284. Roma Dama - Maluku
285. Rongkong - Sulawesi
286. Rote - Nusa Tenggara Timur
287. Ruma - NTB/NTT
288. Saban - Kalimantan
289. Sabu - Nusa Tenggara Timur
290. Sadang - Sulawesi
291. Sadong Dayak - Kalimantan
292. Sakai - Riau
293. Salawati - Papua
294. Saluan - Sulawesi
295. Salu Maogge - Sulawesi
296. Samarinda - Kalimantan
297. Samin - Jawa Tengah
298. Sangau - NTB/NTT
299. Sangir - Sulawesi Utara
300. Sapudi - Jawa
301. Saputan - Kalimantan
302. Sami - Papua
303. Saruyan - Kalimantan
304. Sasak - NusaTenggara Barat
305. Schouten - Papua
306. Sebop - Kalimantan
307. Segal - Kalimantan
308. Sekadau - kalimantan
309. Sekah - Sumatra
310. Seko - Sulawesi
311. Selaru - Maluku
312. Selayar - Sulawesi
313. Samendo - Lampung
314. Senggi - Papua
315. Sentani - Papua
316. Seram - Maluku
317. Sermana - Maluku
318. Serua - Maluku
319. Serut - Papua
320. Seti - Maluku
321. Seumeulu - Sumatra
322. Siang - Kalimantan
323. Sichole - Sumatra
324. Sidin - Kalimantan
325. Sigi - Sulawesi
326. Sikka - NTB/NTT
327. Sikumbang - Sumatra Barat
328. Simalungun - Sumatra Utara
329. Simalur - Sumatra
330. Simelu - DI Aceh
331. Singkil - DI Aceh
332. Siong - Kalimantan
333. Sokah - Bengkulu
334. Solor - NTB/NTT
335. Sula - Maluku
336. Sumba - NusaTenggara Timur
337. Sumbawa - Nusa Tenggara Barat
338. Sunda - Jawa Timur
339. Tabuyan - Kalimantan
340. Tagal - Kalimantan
341. Talaud - Sulawesi
342. Tali Abu - Maluku
343. Talang - Riau
344. Tampus - Jawa
345. Tanibar - Maluku
346. Taman - Kalimantan
347. Tabe'e - Sulawesi
348. Tambelan - Sumatra
349. Tambak - Sumatra Barat
350. Tamiang - Di Aceh
351. Tangalan - Kalimantan
352. Tanjung - Sumatra Barat
353. Tapung - Sumatra
354. Tamonan - Kalimantan
355. Tarakan - Kalimantan
356. Tawaelia - Sulawesi
357. Teluk Jayapura - Papua
358. Tengger - Jawa Timur
359. Ternate -Maluku
360. Teun - Maluku
361. Tidung - Kalimantan Timur
362. Timur - Sumatra
363. Toala - Sulawesi
364. Toba - Sumatra Utara
365. To Balantik - Sulawesi
366. To Belo - Maluku
367. To Ganti - Sulawesi
368. To Gian - Sulawesi
369. Togitil - Maluku
370. Tojo - Sulawesi
371. To Laiwa - Sulawesi
372. To Landawe - Sulawesi
373. Toli - Toli - Sulawesi
374. To Loinang - Sulawesi
375. Tolour - Sulawesi
376. Tombolu - Sulawesi
377. To Mini - Sulawesi
378. To Mori - Sulawesi
379. Tompakawe - Sulawesi
380. Tondano - Sulawesi
381. Tonsawang - Sulawesi
382. Tonsea - Sulawesi
383. Tonsina - Sulawesi
384. Toraja - Sulawesi Selatan
385. Totemboan - Sulawesi
386. Treng - Kalimantan
387. Tring - Kalimantan
388. Uhundun - Papua
389. Ukit - Kalimantan

Tentang Penulis: AsianBrain.com Content Team. Asian Brain adalah pusat pendidikan Internet Marketing PERTAMA & TERBAIK di Indonesia. Didirikan oleh Anne Ahira yang kini menjadi ICON Internet Marketing Indonesia. Kunjungi situsnya: www.AsianBrain.com

Hari-hari Besar


INDONESIA memiliki banyak hari-hari besar, mulai hari-hari besar nasional yang dihormati dan ditandai dengan hari libur, hingga hari-hari besar keagamaan dan instansi yang dirayakan oleh masing-masing penganut agama atau instansi masing-masing. Salah satu hari-hari besar nasional yang dirayakan setiap tahun yaitu Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei, yang diambil dari Hari Ulang Tahun Ki Hajar Dewantara. (int)

Kebudayaan Indonesia


Rumah adat orang Toraja di Sulawesi Selatan adalah Tongkonan. Kolong rumah itu berupa kandang kerbau belang atau Tedong Bonga. Di depan rumah tersusun tanduk-tanduk kerbau, sebagai lambang pemiliknya telah berulang kali mengadakan upacara kematian secara besar-besaran. Tongkonan tcrdiri 3 ruangan. ruang tamu, ruang makan, dan ruang belakang. (Foto: Asnawin)